PM Malaysia Picu Kontroversi Setelah Gunakan Kata <i>Keling</i> dalam Pidatonya

PM Malaysia Picu Kontroversi Setelah Gunakan Kata Keling dalam Pidatonya

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim memicu kontroversi setelah menggunakan kata yang dianggap berkonotasi rasis dalam pidatonya di depan para mahasiswa universitas.

Dalam pidatonya pada Kamis, (21/12/2023) pekan lalu yang mendukung manfaat belajar bahasa, Anwar memuji laksamana poliglot terkenal abad ke-15 Hang Tuah, karena berbicara bahasa Melayu dan “Siam”, serta “bahasa Keling”, merujuk pada wilayah Kalinga yang bersejarah di India bagian timur.

Meskipun keling dulunya merupakan istilah yang netral, kini istilah tersebut dipahami secara luas sebagai istilah yang menggambarkan komunitas India di Malaysia dengan kata-kata yang merendahkan. Komentar Anwar ini langsung memicu badai kemarahan terutama dari para komentator dan politisi keturunan India.

Anwar kemudian meminta maaf dan mengatakan bahwa dia secara langsung mengutip teks sejarah dan tidak bermaksud menghina.

“Saat ini istilah keling kurang disukai banyak orang, jadi saya tidak menggunakannya. Saya hanya mengutip buku itu,” kata Anwar kepada wartawan di kediaman resminya di Putrajaya pada Sabtu, (23/12/2023) menanggapi reaksi dan kemarahan publik, sebagaimana dilansir South China Morning Post.

“Jika ada kesalahpahaman, saya minta maaf. Bukan itu maksud saya."

Meskipun beberapa pemimpin terkemuka India menerima permintaan maaf Anwar, yang lain termasuk mantan Wakil Ketua Menteri Penang P. Ramasamy menolak penjelasan perdana menteri tersebut.

“Sebagai perdana menteri negara ini, dia (Anwar) seharusnya peka terhadap hinaan yang ditujukan terhadap komunitas India,” kata Ramasamy dalam sebuah pernyataan.

“Apa pun cara dia membenarkan penggunaan kata ‘K’, kata itu menghina.” 

Ramasamy, mantan pemimpin partai DAP yang mendukung Anwar, mengundurkan diri pada Agustus setelah dicoret dari pemilu negara bagian meskipun memegang kursi yang sama selama tiga periode, dengan mengatakan bahwa partai tersebut mengesampingkan anggota dan pendukungnya yang berasal dari India.

Yang lain menyuarakan kemarahan dan kekecewaan terhadap sang perdana menteri. 

“PM seharusnya tidak menggunakannya,” kata aktivis pengungsi Mahi Ramakrishnan. “Apakah dia tidak mengetahui isu-isu yang muncul karena penggunaan kata tersebut? Apakah dia tidak sadar akan perdebatan sengit itu?”

Malaysia yang multikultural berusaha mempertahankan keharmonisan antar etnisnya, yang pernah mengalami gesekan dan kerusuhan ras pada akhir tahun 1960-an antara mayoritas penduduk Melayu dan komunitas Tionghoa di Kuala Lumpur. Bentrokan serupa – meskipun lebih kecil dan lebih terlokalisasi – terus terjadi selama bertahun-tahun, beberapa di antaranya melibatkan warga India.

Komunitas India di Malaysia, yang berjumlah lebih dari 2 juta orang pada 2020, telah lama mengalami diskriminasi rasial mulai dari kesulitan mendapatkan pekerjaan hingga menyewa rumah. Beberapa anggota masyarakat telah ditekan untuk melakukan kejahatan dan gangsterisme, sehingga berkontribusi pada kemungkinan penangkapan yang tidak proporsional serta kematian dalam tahanan, yang seringkali tidak dihukum.

Sumber: okezone
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita