Pernyataan Agus Rahardjo Terkait Intervensi Presiden, Pakar Hukum: Siapa Pun Tidak Boleh Intervensi KPK

Pernyataan Agus Rahardjo Terkait Intervensi Presiden, Pakar Hukum: Siapa Pun Tidak Boleh Intervensi KPK

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  - Pernyataan mantan Ketua KPK, Agus Rahardjo, yang memicu kontroversi di tengah publik terkait pemanggilan dirinya oleh Presiden Joko Widodo.

 Saat itu, Agus Rahardja yang masih menjabat Ketua KPK diminta Presiden Jokowi menghentikan penanganan kasus e-KTP. Kontan, statement tersebut bak bola salju dan menuai pro kontra. 

Salah satu pakar hukum di Surabaya, Prof. Dr. Soenarno Edy Wibowo, M.H ikut memberikan tanggapannya. 

Menurut Prof. Soenarno Edy Wibowo, pakar hukum dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), jika benar yang diceritakan Agus Rahardjo ini nerupakan salah satu bentuk intervensi Presiden kepada lembaga anti rasuah, KPK. Hal ini tidak diperbolehkan sesuai dengan undang-undang. 

“Siapapun tidak boleh melakukan intervensi terhadap KPK, termasuk Presiden. Ini sesuai dengan prinsip independensi lembaga penegak hukum,” ungkap  Prof. Soenarno EdyWibowo di kantornya Jl Rungkut Barata, Surabaya.

 Lelaki yang juga Guru Besar Hukum dari ASEAN University Internasional, Malaysia ini  juga memberikan pandangan mengenai kasus e-KTP yang melibatkan pemanggilan oleh Presiden. “Prosesnya seharusnya melalui mekanisme hukum yang berlaku.

 Jika benar bahwa pemerintah ingin menghentikan kasus ini, maka hal itu tidak sejalan dengan prinsip negara hukum,” ujarnya.\ 

Guru Besar Hukum yang akrab disapa Prof  Bowo ini juga mengkritik ketidakresponsifan Dewan Etik dan Kepala KPK terkait insiden tersebut.

 “Dewas seharusnya berperan secara aktif untuk memastikan independensi KPK tetap terjaga. Namun, jika tidak ada respon yang memadai, hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai etika dan moralitas dalam penegakan hukum,” jelas Prof. Bowo. 

Mengenai kinerja KPK saat ini, Prof. Bowo menilai bahwa lembaga tersebut tidak sekuat dulu. 

“KPK sekarang tidak seperti dulu, nilai-nilainya menurun, dan hal ini harus menjadi perhatian serius. Jangan sampai KPK kehilangan fokus pada tujuannya sebagai lembaga pemberantas korupsi,” tambahnya. 

Dalam pandangannya, Prof. Bowo mengusulkan revisi undang-undang KPK, khususnya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, dengan menambahkan aturan terkait perampasan aset untuk negara dan rakyat.

 “Jadi perampasan aset hasil korupsi seharusnya menjadi milik negara dan rakyat, sebagai bentuk keadilan dan pencegahan tindak pidana pencucian uang,” ucap Bowo. “KPK harus tetap independen dan tidak boleh dipengaruhi oleh pemerintah. 

Semua pihak, termasuk presiden, harus menghormati dan mendukung upaya pemberantasan korupsi demi keadilan dan keberlanjutan negara ini,” pungkasnya

Sumber: tvOne
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita