GELORA.CO -Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri diduga kembali melakukan pelanggaran hukum dan kode etik.
Pemicunya, dalam sidang gugatan praperadilan, kuasa hukum Firli membawa dokumen penyidikan kasus suap Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA).
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai Firli melakukan obstruction of justice dan pelanggaran kode etik.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, Firli memberikan dokumen itu dengan memiliki maksud tertentu.
Yakni, ingin meyakinkan hakim bahwa tuduhan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo hanya kasus yang dicari-cari. ”Ingin menunjukkan bahwa Firli itu menjadi tersangka karena mau membuka kasus Kapolda Metro Jaya. Seakan-akan Kapolda itu punya konflik kepentingan,” terangnya.
Masalahnya, dokumen penyidikan itu merupakan rahasia negara. Firli tidak boleh menyampaikan kasus yang dulu ditangani. ”Informasi saja itu rahasia, apalagi dokumen. Ini salah dan melanggar hukum,” tegasnya.
Karena itu, dia menyebut Firli patut diduga melanggar Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam UU tersebut, dokumen yang masih dalam proses penyelidikan dan penyidikan tidak boleh dibuka.
Dia juga menyebut Firli diduga melakukan obstruction of justice. Sebab, dalam dokumen rahasia itu terdapat nama-nama yang belum dipublikasikan. Saat nama-nama tersebut bocor, itu bisa mengganggu proses penyidikan yang sedang berlangsung. ”Lalu pelanggaran ketiga jelas, kode etik,” terangnya.
Rencananya, MAKI akan melaporkan Firli Jumat (22/12) depan. Dia mengatakan, pihaknya dipanggil sebagai saksi oleh Dewas KPK. Saat itulah dia akan sekalian melaporkan pelanggaran kode etik oleh Firli. ”Seharusnya, Firli itu fokus ke barang bukti kasus pemerasan, bukan membawa-bawa kasus lainnya,” ujarnya.
Sementara itu, tim kuasa hukum Firli belum bisa dikonfirmasi mengenai tudingan MAKI. Tadi malam sekitar pukul 21.00, Jawa Pos mencoba menghubungi kuasa hukum Firli melalui telepon, namun tidak ada tanggapan. Pesan singkat yang dikirim melalui WhatsApp juga tidak masuk.
Sumber: jawapos