GELORA.CO - Co-captain Tim Nasional Pemenangan (TPN) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin), Tom Lembong, menyebut kebijakan hilirisasi nikel era Presiden Jokowi lebih banyak menguntungkan perusahaan Cina, yang mendominasi kepemilikan smelter di Indonesia.
Walhasil, menurut Tom, kebijakan hilirisasi menggeser pendapatan penambang ke kartel yang hanya terdiri dari segelintir perusahaan besar.
"Perusahaan besar meraup profit dengan larangan ekspor. Karena penambang kecil dipaksa jual bahan baku (bijih nikel) ke perusahaan yang punya izin ekspor, pemilik smelter," ujar Tom ketika ditemui di Gedung CSIS Jakarta pada Rabu, 6 Desember 2023.
Kendati begitu, Tom mengatakan, Amin tidak akan menghentikan kebijakan hilirisasi jika menang dalam Pilpres 2024. Amin bakal membiarkan industri nikel berkembang sesuai tren. "Biar pasar yang mengevaluasi, pasar yang menentukan," ujarnya.
Beberapa waktu lalu, kebijakan hilirisasi nikel memang dikritik ekonom senior Faisal Basri. Faisal menyebut Cina mendapat keuntungan besar, bahkan hingga 90 persen, dari kebijakan hilirisasi nikel Indonesia. Pasalnya, Cina yang memiliki pabrik smelter nikel di Indonesia. Apalagi, hasil pengolahan smelter nikel itu nyaris seluruhnya diekspor ke Cina.
"Hilirisasi sekadar bijih nikel jadi nickel pig iron (NPI) jadi feronikel lalu 99 persen diekspor ke Cina. Jadi hilirisasi di Indonesia nyata-nyata mendukung industrialisasi di Cina. Dari hilirisasi itu, kita hanya dapat 10 persen, 90 persennya ke China," kata Faisal Basri.
Sementara itu, Direktur Hilirisasi Minerba Kementerian Investasi Hasyim Daeng mengatakan dominasi Cina di industri smelter nikel di Indonesia terjadi lantaran secara global Cina masih menjadi pemain di sektor ini.
"Karena secara teknologi, memang dikuasai Cina," ujar Hisyam ketika ditemui di sela acara Tempo Electric Vehicle and Battery Conference di Jakarta, Selasa, 21 November 2023.
Karena itu, menurut Hisyam, dominasi Cina di industri smelter nikal Indonesia merupakan hal wajar. Namun, kata dia, ada transfer teknologi yang bisa diterima Indonesia. "Ya, paling tidak nanti kita bisa beli lisensi teknologi untuk dikembangkan," ujarnya.
Sumber: tempo.