GELORA.CO - Hasto Kristiyanto blak-blakan menyebutkan jangan memilih sosok yang populer dengan gimik seperti berjoget.
Bahkan dia sebutkan, memilih pemimpin harus mempertimbangkan yang memiliki nilai kemanusiaan dan ketuhanan.
Hal itu dibeberkan Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto dalam pidatonya saat kunjungan safari politik ke Kantor DPC PDIP Kabupaten Pandeglang, Banten, Sabtu (10/12/2023).
"Untuk itu saudara-saudara sekalian nilai kemanusiaan ketuhanan ini sangat-sangat penting.
Ada yang berketuhanan menjelang kampanye, menunjukan sikap religiusitas padahal bagi pak Ganjar dan Prof Mahfud itu adalah ekspresi sosok yang menyadari ciptaan Tuhan yang Maha Esa," pungkas Hasto.
Lanjutnya, pemimpin itu juga harus memiliki nilai persatuan dan kebangsaan. Artinya pemimpin itu tidak boleh membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya.
"Ranting di tingkat Desa, Sekjen di tingkat nasional, DPP di tingkat nasional, tetapi kita sama-sama sebagai kader partai darah, kita sama. Itu prinsip kebangsaan, jangan pernah membeda-bedakan satu dengan lain atas dasar pangkat, jenis kelamin, agama, status sosial dan lain sebagainya, kita adalah sama dalam prinsip kebangsaan," pungkasnya.
Lalu yang tak kalah penting pemimpin itu, Hasto katakan, harus bisa mengedepankan nilai musyawarah.
Dia menyebutkan, pemimpin tak bisa bersikap otoriter atau hingga marah-marah sambi gebrak meja. "Musyawarah, ini cara menyelesaikan kita dengan rembukan bersama.
Nggak bisa dengan otoriter, nggak bisa dengan gebrak-gebrak meja, saudara sekalian menyelesaikan masalah dengan marah-marah melempar handphone, itu tidak menyelesaikan masalah," pungkas Hasto.
Kendati demikian, Hasto tak menyebut siapa yang dimaksud pemimpin yang marah-marah tersebut.
"Siapa tahu siapa yang ada di benak saudara-saudara sekalian?" pungkasnya. Selain itu, dia menuturkan, calon pemimpin harus memiliki nilai memperjuangkan keadilan sosial.
Untuk itu, menurutnya memilih pemimpin itu harus bijak melihat, tak bisa tentukan pilihan hanya karena tekanan. "Door to door untuk melakukan penjelasan.
Mosok kita membeli beras aja kita ngga mau ada kutunya, betul? Kita membeli sampo aja milih-milih. Kalau samponya itu Sunsilk itu rambutnya hitam kilau mengkilau, kalau Clear nggak ada ketombe. Itu kan ada pilihan pilihannya," pungkas Hasto.
"Mosok memilih pemimpin hanya melihat gojekannya di mana, narinya bagaimana, tidak melihat karakternya, tidak melihat memimpinnya, tidak melihat prestasinya, tidak melihat keluarganya. Ini namanya diferensiasi, ini contrasting," sambungnya.
Lebih lanjut, Hasto menegaskan, bahwa pihaknya tidak melakukan black campaign, tapi yang disampaikan adalah fakta
Sumber: tvOne