GELORA.CO - Polda Metro Jaya masih enggan berbicara soal penahanan Ketua KPK non-aktif, Firli Bahuri yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemerasan ke mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Apalagi, status tersangka itu sudah dikuatkan setelah Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan yang diajukan Firli Bahuri.
"Nanti akan kita update berikutnya terkait dengan langkah tindak lanjut yang akan kami lakukan pasca putusan sidang praperadilan pada sore hari ini," kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjuntak kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Selasa (19/12/2023).
Hal tersebut juga termasuk apakah Firli Bahuri akan kembali dimintai keterangannya sebagai tersangka.
Ade mengatakan pihaknya akan membeberkan perkembangan tindak lanjut langkah penyidik dalam kasus tersebut.
"Nanti akan kita update berikutnya ya," ungkapnya.
Ade mengatakan saat ini pihaknya masih menunggu keputusan Kejati DKI Jakarta soal berkas perkara yang telah dilimpahkan apakah sudah dinyatakan lengkap (P21) atau belum.
"Nah ini terus masih kami tunggu apa hasil penelitian JPU yang telah ditunjuk pada P16 terkait dengan pemberkasan yang dilakukan oleh tim penyidik gabungan," jelasnya.
Praperadilan Ditolak
Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Imelda Herawati menolak praperadilan Ketua KPK non aktif Firli Bahuri terkait penetapan status tersangka kasus pemerasan Syahrul Yasin Limpo.
Adapun hal itu diungkapkan Imelda dalam pembacaan putusan sidang praperadilan Firli di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (19/12/2023).
"Menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima," ucap Hakim Tunggal Imelda saat bacakan putusan.
Selain itu hakim pun juga mengabulkan eksepsi atau jawaban yang sebelumnya telah dilayangkan oleh termohon dalam hal ini Irjen Karyoto dalam sidang praperadilan tersebut.
"Mengadili dalam eksepsi, mengabulkan eksepsi termohon," ujar hakim.
Firli sendiri sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.
Sumber: Tribunnews