Oleh: Tony Rosyid*
JUDUL ini pasti kontroversial. Pilpres belum terjadi, dan masih cukup lama. 50-an hari lagi. Belum lagi kalau dua putaran. Juni baru pilpres putaran kedua.
Pendukung Anies-Cak Imin pasti gembira. Apa yang lebih membuat gembira selain Anies-Cak Imin menang. Dari sini cita-cita perubahan akan terwujud.
Pendukung Prabowo-Gibran pasti tertawa. Soal keyakinan, pendukung Prabowo-Gibran punya keyakinan tingkat tinggi. Pemilu satu putaran, Prabowo-Gibran menang. Itu menurut keyakinan mereka. Bagaimana kalkulasi politiknya?
Ada dua hal yang membuat mereka yakin. Dukungan kekuasaan dan kekuatan logistik tanpa batas.
Alat negara sedang bekerja, dan uang sedang ditebar. Terutama di pelosok-pelosok desa di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kalau kekuasaan sedang bekerja, maka mereka akan bekerja secara terstruktur dan profesional.
Logistik? Pemilih mana yang tidak luluh dengan uang dan sembako? Uang akan menjangkau pikiran dan hati para pemilih. Bahkan agamawan sekalipun. Mana mungkin pasangan Anies-Cak Imin bisa mengimbangi?
Tim Ganjar-Mahfud kabarnya sudah mulai realistis. Dana mulai menipis. Langkahnya terbatas. Kontrak politik dengan berbagai pihak, terutama yang ada di struktur pemerintahan, mulai dibatalkan.
Sebagian pendukungnya mulai beralih dan ikut Jokowi. Otomatis mendukung Prabowo-Gibran. Hanya disisakan 15-18 persen. Ini strategi yang memang diinginkan Prabowo-Gibran agar bisa menang satu putaran.
Kekuasaan dan logistik memang dahsyat pengaruhnya. Tapi satu hal yang sering orang lupa, yaitu performance capres. Faktor capres juga besar pengaruhnya dan sangat menentukan.
Prabowo selalu tampil dengan performance yang mengecewakan. Produsen blunder. Masalah selalu ada di Prabowo. Prabowo punya karakter yang tidak humanis ketika tampil di depan publik. Ini tidak masalah jika sosok mudah diingatkan, kemudian berubah.
Siapa yang berani mengingatkan sang jenderal? Jokowi? Belum tentu bisa. Sikap Prabowo muncul spontanitas dari alam bawah sadarnya. Kata "Ndasmu" dan "tarik jas" bisa terulang dalam bentuk yang lain. Ini kejadian spontan dan muncul dari alam bawah sadar. Sekali lagi: karakter !
Bukan hal mudah untuk "mendandani" Prabowo. Prabowo bukan Jokowi yang pandai menghipnotis pemilih dan pencitraannya. Prabowo punya karakter sebaliknya. Kaku dan semaunya sendiri. "Gak mau diatur". Itu intinya.
Rakyat, meski dalam keadaan terintimidasi dan kenyang sembako, mereka juga akan berpikir ulang kalau harus memilih Prabowo dengan karakternya yang "semaunya sendiri". Apalagi, cawapresnya cacat etik ketika proses penetapan di Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal-hal etik, manipulasi dan pelanggaran demi pelanggaran terhadap aturan memang secara umum sudah tidak lagi menjadi standar bangsa ini di dalam menentukan sikap. Termasuk sikap politik. Banyak yang sudah bias. Tetapi, performance capres tetap saja menjadi variabel yang cukup dominan.
Sementara Anies Baswedan selalu tampil dengan performa seorang presiden. Leadershipnya kuat, humanis, tampil sangat merakyat, selalu membawa gagasan-gagasan yang cerdas. Rakyat pasti akan selalu membanding-bandingkan. Sosialisasinya semakin masif seiring dengan perhatian publik yang semakin besar terhadap debat capres.
Dari sini, peluang Anies mengalahkan Prabowo di putaran kedua sangat besar. Debat menjadi faktor yang cukup berpengaruh terhadap pilihan. Karena debat akan menjadi perbincangan publik yang semakin ramai ke depan.
Soal layak, semua akan mengakui Anies Baswedan paling layak memimpin Indonesia Masa Depan. Setidaknya untuk periode sekarang, yaitu 2024-2029.
(*Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)