GELORA.CO - Seorang ayah di Kota Tasikmalaya, Erlangga Surya Pamungkas, mengalami peristiwa memilukan setelah putranya meninggal dunia diduga akibat malapraktik yang terjadi di sebuah klinik di Kecamatan Bungursari, Kota Tasikmalaya.
Melalui secarik kertas yang diunggah di akun Instagram @nadiaanastasyasilvera, Erlangga menceritakan kasus dugaan malapraktik itu bermula pada Senin (13/11) lalu. kumparan sudah meminta izin untuk mengutip cerita Erlangga.
Ketika itu, istrinya yang usia kehamilannya sudah 9 bulan datang ke Klinik A untuk melahirkan.
Namun, setibanya di klinik, istrinya malah diminta untuk pulang oleh seorang bidan. Istrinya pun kembali pulang ke rumah menuruti arahan dari bidan tersebut meski kondisinya sudah sangat lemas.
"Oleh bidan jaga di klinik tersebut di suruh pulang karena menurut bidan jaga, istri saya masih pembukaan 2, padahal keadaan istri saya sudah sangat lemas dan terlihat seperti akan segera melahirkan," kata dia sebagaimana dilihat dalam unggahan pada Selasa (21/11).
Pada malam hari, kondisi istrinya semakin lemas dan tidak dapat lagi menahan sakit sehingga istrinya kembali mendatangi klinik itu. Namun, setibanya di sana, pelayanan yang diberikan di klinik begitu buruk dengan meminta istrinya untuk menunggu hingga pukul 24.00 WIB.
"Bidan tersebut malah terus main handphone, tidak mempedulikan istri saya yang sudah sangat kesakitan, dan bidan itu pun bilang akan diperiksa," ucap dia.
Namun demikian, sebelum pukul 24.00 WIB, istrinya mengalami pecah ketuban dan menangis kesakitan. Akhirnya, sekitar pukul 22.00 WIB, istrinya ditangani oleh bidan dan melahirkan anak pertamanya dengan berat sekitar 1,5 kilogram.
"Tepat pukul 22.00 WIB istri saya melahirkan," ucap dia.
Dijadikan konten tanpa izin keluarga
Usai melahirkan, kata Erlangga, bidan di klinik itu menjadikan anaknya sebagai bahan praktik bagi sejumlah mahasiswa yang magang di ruang bersalin. Bahkan, anaknya itu sempat difoto dan dijadikan bahan untuk konten di media sosial. Hal tersebut dilakukan tanpa izin kepada pihak keluarga.
Sementara, pihak keluarga dilarang untuk masuk ke ruangan bersalin. Istri dari Erlangga yang baru saja melahirkan malah diminta untuk membersihkan badannya sendiri yang berlumuran darah.
"Istri saya dibiarkan tidak di rawat dengan baik pasca-melahirkan, masih banyak sisa darah di badan istri saya, di punggung, di perut di kaki semuanya, sama sekali tidak dibersihkan, hanya ditutupi kain samping," papar dia.
Kejadian tak menyenangkan yang dialami oleh Erlangga terus berlanjut. Anaknya yang berbobot kecil ternyata tak dimasukkan oleh bidan ke dalam tabung inkubator yang sesuai dengan standar medis.
"Yang parahnya anak saya di inkubator dalam posisi memakai baju dua lapis, dipakaikan sarung tangan dan pernel bayi," jelas dia.
Tak diinkubator
Erlangga kemudian sempat menanyakan soal kondisi anaknya ke bidan dan diberi tahu bahwa berat badan anaknya memang tak normal dan napasnya dalam kondisi tak baik. Bidan di klinik pun menyebut bakal berkoordinasi dengan pihak rumah sakit untuk dapat memastikan perlu atau tidaknya tindakan inkubator.
Selain itu, Erlangga juga sempat bertanya kapan anaknya dapat diberikan ASI. Bidan itu pun meminta untuk menunggu sebab akan dilakukan observasi terlebih dahulu sebanyak satu kali tiap jam.
"Bidan jaga memberikan jawaban katanya belum bisa soalnya masih belum bagus kondisi napasnya," papar dia.
Keesokan harinya pada Selasa (14/11) sekitar pukul 07.00 WIB, bidan memberi tahu bahwa anak dari Erlangga diperbolehkan pulang. Bidan juga memberi tahu bahwa anaknya dalam kondisi normal dan sehat sehingga tak memerlukan tindakan inkubator. Pihak klinik hanya memberi tahu bahwa harus dilakukan kontrol rutin.
Sebelum meninggalkan klinik, Erlangga pun diminta biaya senilai Rp 1 juta meski sudah memakai Kartu Indonesia Sehat (KIS). Dalam kuitansi yang diberikan, tak dijelaskan secara rinci untuk keperluan apa saja uang Rp 1 juta tersebut.
"Saya menanyakan dan memastikan kepada bidan jaga, apakah benar ini anak di suruh pulang? Apakah sehat ? Apakah normal? Apakah tidak harus di bawa ke rumah sakit untuk di inkubator? Melihat BB-nya saja sangat jauh di bawah normal," ungkap dia.
Setibanya di rumah, kata Erlangga, ASI istrinya ternyata tidak keluar. Hingga pukul 18.00 WIB, tak ada susu yang masuk ke anaknya. Lalu, pada pukul 21.00 WIB, kondisi kesehatan anaknya tiba-tiba menurun karena jantungnya berhenti berdetak.
Erlangga yang panik langsung kembali ke Klinik Alifa. Namun, setibanya di sana klinik tersebut sudah tutup. Tak patah arang, dia menggedor pintu klinik berulangkali hingga ada seorang bidan yang keluar dan langsung mengecek kondisi anaknya. Setelah dicek, anaknya kemudian dinyatakan telah meninggal dunia.
"Dia memeriksa anak saya lalu menyebutkan bahwa anak saya sudah meninggal," ucap dia.
Tak ada penjelasan dari pihak klinik soal penyebab anaknya meninggal dunia. Anaknya bahkan tak diberi surat kematian. Dari sana, Erlangga bergegas menuju ke RS Jasa Kartini Tasikmalaya karena berharap anaknya masih hidup. Di sana, anaknya sempat ditangani hingga dinyatakan meninggal dunia dan diberi surat kematian.
Ketika itu, kata Erlangga, dokter di rumah sakit itu pun terkejut saat tahu anaknya tak ditempatkan di inkubator padahal berat badannya tak normal. Mestinya, anak dengan berat sekitar 1,5 kilogram ditempatkan di inkubator selama 7 hari dan diberikan banyak ASI.
"Minimal inkubator untuk bayi dengan BB 1,5 kilogram adalah selama tujuh hari atau sepuluh hari menurut suster di Rumah Sakit Jasa Kartini, mereka menanyakan melahirkan di mana karena kaget kok bayi dengan BB tersebut dibolehkan pulang," kata dia.
Polisi selidiki
Usai peristiwa itu, Erlangga mengaku sempat kembali mendatangi Klinik A untuk meminta penjelasan. Akan tetapi, tak ada bidan yang menemuinya. Kasus itu pun akhirnya dilaporkan ke Satreskrim Polres Tasikmalaya Kota.
Sementara itu, Kasatreskrim Polres Tasikmalaya Kota, AKP Fetrizal, membenarkan pihaknya sudah menerima laporan mengenai kasus dugaan malapraktik tersebut. Kini, pihaknya sedang melakukan rangkaian penyelidikan.
"Ditangani Satreskrim Polres Tasikmalaya Kota dan sedang dilakukan penyelidikan," kata dia.
Sumber: kumparan