GELORA.CO - Israel meluncurkan serangan udara pertama ke Palestina pada 7 Oktober 2023 lalu untuk membalas serangan Hamas.
Tujuannya untuk membuktikan Israel tidak kalah cepat merespon serangan Hamas.
Israel awalnya merilis laporan jumlah serangan udara namun tak bisa dipungkiri mereka sebenarnya telah membombardir Palestina, terutama jalur Gaza, berkali-kali.
Akhir pekan lalu, Israel mengklaim 12.000 target telah diserang.
Namun para pejabat Palestina melaporkan bahwa 18.000 ton bom telah dijatuhkan di Gaza.
Disinyalir bom yang dijatuhkan Israel adalah GBU-31(V)1/B, seri bom Mk-84 yang dilengkapi dengan kit panduan JDAM (Joint Direct Attack Munition).
Ini merupakan bom rancangan Amerika Serikat, yang telah dipakai sejak Perang Vietnam.
Dulu bom jenis ini awalnya dirancang sebagai senjata konvensional namun seiring waktu terus dimodernisasi dengan perangkat penargetan canggih yang mengubahnya menjadi “bom pintar”.
Bom ini dibuat dalam berbagai ukuran, diklasifikasikan berdasarkan berat total senjata 120kg (265lb), 250kg (551lb), 500kg (1,102lb) dan 1,000kg (2,204lb).
Angkatan udara Israel menggunakan tiga jenis utama pesawat sayap tetap yang semuanya buatan AS.
Peran utama jet tempur F-15 adalah untuk mengamankan superioritas wilayah udara meskipun beberapa juga dapat digunakan sebagai pembom.
Israel memesan 75 pesawat pembom tempur F-35 terbaru dan sejauh ini telah menerima sekitar 40 unit.
Jet-jet ini mungkin tidak digunakan untuk mengebom Gaza namun mereka berpatroli di langit untuk menghadapi ancaman apa pun.
Minggu lalu sebuah video dirilis yang memperlihatkan F-35 menembak jatuh rudal jelajah Houthi yang diluncurkan ke Israel dari Yaman.
Israel membangun versi jet tempur yang dimodifikasi agar sesuai dengan taktiknya dengan anggota awak kedua yang tugas utamanya adalah mengendalikan senjata presisi.
Masing-masing F-16 dapat membawa 7 ton untuk tujuan praktis,dapat diasumsikan bahwa setiap F-16 lepas landas dengan empat bom.
Jika keempat bom tersebut adalah versi 1.000 kg, diperlukan 4.500 penerbangan untuk mengirimkan 18.000 ton bom.
Namun tidak semua bom yang digunakan merupakan jenis bom terberat sehingga jumlah pengeboman di Gaza mungkin mendekati 6.000 bom.
Angkatan Udara memiliki sekitar 170 F-16 dari semua versi.
Di angkatan udara mana pun, sekitar 20 persen pesawat tidak dapat digunakan karena pemeliharaan rutin, peningkatan, atau perbaikan.
Israel dikenal dengan dukungan profesional dan cepat sehingga sekitar 150 F-16 mungkin dapat digunakan kapan saja.
Jadi F-16 tampaknya menerbangkan rata-rata 1,5 misi tempur per hari.
Mengingat spesifiknya medan perang dengan tidak kurang dari tujuh pangkalan udara Israel dalam jarak 50 km hingga 100 km (31 hingga 62 mil) dari Gaza, waktu penerbangannya singkat sehingga pilot dapat terus terbang dengan kecepatan saat ini tanpa mengkhawatirkan dampak jangka panjang.
Enam ratus bom per hari
Israel dikabarkan menyiapkan enam ratus ton bom per hari dan ini adalah jumlah yang besar.
Dibutuhkan sekitar 30 truk khusus untuk mengangkutnya.
Biaya yang harus dikeluarkan juga meningkat.
Untuk pengandaian, Angkatan Udara Amerika Serikat mengeluarkan 16.000 dolar AS untuk sebuah bom seberat 1.000 kg.
Di luar Amerika seperti Israel mungkin harus mengeluarkan uang lebih tinggi yaitu 25.000 dolar AS per ton untuk tambahan perangkat elektronik canggih.
Dengan demikian berarti setiap hari 15 juta dolar AS dikeluarkan Israel untuk menyiapkan bom.
Dengan adanya add-on ini, dapat diasumsikan bahwa angka tersebut meningkat menjadi setidaknya 25 juta juta per hari atau sekitar Rp 389 miliar.
Dengan jumlah tersebut, pengeboman Israel ke Palestina telah menghabiskan uang minimal 750 juta dolar AS atau sekitar Rp 11 triliun hanya untuk bom.
Bagaimana dengan biaya tambahan?
Pesawat jet F-16 diklaim memiliki biaya penerbangan yang “sangat rendah”, “hanya” 8.000 dolar AS per jam.
Dengan asumsi minimal 300 jam terbang per hari menghasilkan angka 2,5 juta dolar AS per hari atau sekitar 75 juta dolar AS dalam beberapa hari ini beroperasi.
Ditambah lagi dengan semua aset udara tambahan yang diperlukan untuk mempertahankan pemboman seperti pengawasan, pengintaian, peperangan elektronik, peringatan dini lintas udara, komando dan kendali, dan sejenisnya, biaya seluruh kampanye udara meroket.
Dengan demikian Israel mungkin telah menghabiskan setidaknya 2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 31 triliun.
Sejauh ini untuk mengebom Gaza dan angka tersebut bisa saja lebih tinggi lagi.
Hal ini tidak memerlukan biaya untuk memobilisasi dan mempertahankan 360.000 tentara cadangan serta melancarkan perang darat yang dimulai Israel minggu lalu.
Semua itu satu tujuan membumihanguskan Jalur Gaza Palestina.
Jelas sekali bahwa korban dari serangan bom Israel ini adalah warga sipil dan infrastruktur sipil.
Meski telah mengeluarkan biaya yang begitu besar untuk berperang, tentu para pemimpin Israel memiliki kalkulasi tersendiri di balik serangan militer itu.
Jumlah Korban Terus Bertambah
Jumlah kematian warga sipil akibat serangan israel di Jalur Gaza meningkat menjadi 9.770 orang, diantaranya 4.800 anak-anak dan 2.550 perempuan.
"270 warga Palestina tewas dalam serangan Israel di Gaza dalam 24 jam terakhir," demikian pernyataan Kementerian Kesehatan Palestina dalam konferensi pers di Gaza seperti laporan Anadolu, Minggu, (5/11/2023).
Sementara itu, juru bicara media pemerintahan di Gaza, Salama Marouf menambahkan serangan Israel mengakibatkan penghancuran 55 masjid, tiga universitas, tiga gereja, dan lima bangunan milik Kementerian Wakaf dan Urusan Agama di Gaza.
Terkait kerugian di sektor perawatan kesehatan, ia mengatakan enam belas rumah sakit, 32 pusat perawatan utama, dan 27 ambulans mengalami kerusakan, serta 105 lembaga medis.
Menurut Marouf serangan Israel juga telah menghancurkan 8.500 rumah dan 40.000 unit perumahan, serta kerusakan pada 220.000 unit lainnya, ditambah dengan kerusakan pada 88 kantor pemerintah dan 220 sekolah, di mana 60 di antaranya terpaksa harus berhenti beroperasi.
"Israel meningkatkan kekejian mereka selama 24 jam terakhir, bersamaan dengan kunjungan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken ke wilayah ini," ujarnya.
Jet tempur Israel meningkatkan serangan mereka di berbagai wilayah di Jalur Gaza selama 24 jam terakhir, menargetkan rumah sakit dan sekolah yang menjadi tempat perlindungan ribuan warga yang terlantar, yang mengakibatkan puluhan kematian dan luka-luka.
Penduduk Gaza menderita situasi kemanusiaan dan kesehatan yang sangat buruk karena sekitar 1,4 juta orang dari total 2,3 juta telah terpaksa mengungsi dari rumah mereka.
Israel terus menolak pasokan bahan bakar, menjadikan banyak rumah sakit tidak dapat beroperasi.
Menurut PBB dan Palang Merah, jumlah bantuan kemanusiaan yang diperbolehkan masuk ke Jalur Gaza sangat terbatas, yang telah hampir sepenuhnya dikepung selama hampir 30 hari.
Sumber: Tribunnews