GELORA.CO - Hakim Konstitusi Anwar Usman menyinggung soal konflik kepentingan yang bergulir di tiap era Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu disampaikan Anwar Usman, sebagai langkah pembelaan usai dirinya dinyatakan oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memiliki konflik kepentingan atas putusan MK tentang batas usia minimal 40 tahun capres-cawapres.
“Sejak era Kepemimpinan Prof Jimly (Jimly Asshiddiqie), dalam Putusan Nomor 004/PUU-I/2003, Putusan 066/PUU-II/2004, Putusan Nomor 5/PUU- IV/2006 yang membatalkan Pengawasan KY Terhadap Hakim Konstitusi,” kata Anwar saat jumpa pers di Gedung MK, Jakarta, Rabu (8/11/2023).
Anwar melanjutkan, dugaan adanya konflik kepentingan MK juga terdapat pada Putusan Nomor 48/PUU-IX/2011, Putusan Nomor 49/PUU- IX/2011 di era Kepemimpinan Mahfud Md.
Kemudian, dugaan konflik kepentingan juga terjadi pada Putusan Nomor 97/PUU- XI/2013, Putusan Nomor 1-2/PUU-XII/2014 yang membatalkan Perppu MK di era Kepemimpinan Hamdan Zoelva.
“Putusan Perkara 53/PUU- XIV/2016, Putusan Nomor 53/PUU-XIV/2016 (dugaan adanya konflik kepentingan) di era Kepemimpinan Prof. Arief Hidayat. Selanjutnya Putusan Perkara Nomor 96/PUU-XVIII/2020," katanya.
"Dalam putusan tersebut, terhadap pengujian Pasal 87A karena norma tersebut menyangkut jabatan Ketua dan Wakil Ketua, dan ketika itu saya adalah Ketua MK, meskipun menyangkut persoalan diri saya langsung, namun saya tetap melakukan dissenting opinion, termasuk kepentingan langsung Prof. Saldi Isra dalam pasal 87b terkait usia yang belum memenuhi syarat (juga memiliki konflik kepentingan),” sambung Anwar.
Namun dia menampik bila putusan terhadap uji materil penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang ia ketuai memiliki konflik kepentingan. Sebab berdasarkan apa yang terjadi di tiap era kepemimpinan hakim konstitusi, hal itu dijadikan sebagai yurisprudensi dalam memutus perkara yang bersifat publik.
“Berdasarkan yurisprudensi di atas dan norma hukum berlaku, pada intinya menjelaskan bahwa perkara pengujian UU di Mahkamah Konstitusi adalah penanganan perkara yang bersifat umum (publik), bukan penanganan perkara yang bersifat pribadi, atau individual yang bersifat privat,” Anwar menandasi.
Sumber: liputan6