Cendekiawan Muslim Internasional: Membiarkan Palestina Dihancurkan adalah Pengkhianatan terhadap Alloh dan Rasulnya

Cendekiawan Muslim Internasional: Membiarkan Palestina Dihancurkan adalah Pengkhianatan terhadap Alloh dan Rasulnya

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  - Informasi terbaru mengenai perkembangan perang Israel-Palestina, Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional mendeklarasikan fatwa mengenai Palestina. 

Sebagaimana dikutip dari siaran Quds News Network yang dibagikan di linimasa X (twitter), Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional membacakan pernyataan pers yang berisi fatwa mengenai Palestina. 

Berikut kutipan lengkap fatwa yang dibacakan Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional, sebagaimana dikutip Kamis (2/11/2023) berikut ini: Rezim yang berkuasa dan tentara resmi diwajibkan oleh Syariah Islam untuk segera melakukan intervensi guna menyelamatkan Gaza dari genosida dan pemusnahan massal. 

Membiarkan Gaza dan Palestina dimusnahkan dan dihancurkan adalah pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya dan merupakan salah satu dosa terbesar di hadapan Allah SWT. 

Intervensi militer merupakan kewajiban syariah khususnya dari empat negara yang berbatasan dengan Palestina: Mesir, Yordania, Suriah, dan Lebanon. 

Diketahui, perkembangan terkini tentara Israel memperluas serangan udara dan darat di Jalur Gaza, yang telah didera serangan udara tanpa henti sejak kelompok Hamas Palestina meluncurkan serangan mengejutkan terhadap Israel pada 7 Oktober. 

Jumlah korban tewas akibat serangan Israel yang masih berlangsung di Jalur Gaza melonjak menjadi 8.525, kata Kementerian Kesehatan setempat. "Korban meliputi 3.542 anak-anak dan 2.187 perempuan, sementara 21.542 orang lainnya luka-luka," kata juru bicara kementerian Ashraf al-Qudra dalam konferensi pers di Kota Gaza. Sementara itu, lebih dari 1.538 warga 

Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Qatar, Mesir, Yordania, Yaman dan Liga Arab menjadi di antara pihak Arab pertama yang bereaksi keras atas serangan Israel di kamp pengungsi Palestina tersebut. 

"Arab Saudi mengutuk keras aksi tidak manusiawi pasukan pendudukan Israel yang menyasar kamp Jabalia," kata Kementerian Luar Negeri Arab Saudi seperti dilaporkan laman kantor berita Anadolu.

 Saudi mendesak operasi militer Israel di Jalur Gaza dihentikan karena jika tidak bisa menciptakan bencana kemanusiaan yang menurut Saudi mesti dipertanggungjawabkan oleh Israel dan komunitas internasional. Uni Emirat Arab sendiri mengutuk serangan ke Kamp Pengungsi Jabalia itu. 

"Uni Emirat Arab mengutuk dahsyatnya bombardemen yang dilakukan Israel di kamp Jabalia di Jalur Gaza, dan menandaskan bahwa terus berlanjutnya bombardemen yang tidak masuk akal ini bakal mengantarkan kawasan ini ke dalam situasi yang sulit diperbaiki," kata Kementerian Luar Negeri Uni Emirat Arab. 

Kutukan serupa disampaikan Qatar yang meminta perlu segera adanya gencatan senjata segera demi mencegah pertumpahan darah. "Qatar mengutuk keras pemboman pasukan pendudukan Israel di kamp Jabalia di Gaza," kata Kementerian Luar Negeri Qatar. 

Qatar melukiskan serangan Israel itu sebagai pembantaian terkini yang dilakukan Israel terhadap rakyat tidak berdaya Palestina dan menyerukan komunitas internasional agar segera menghentikan pembunuhan dan penghancuran. 

Mesir yang sudah lebih dulu membina hubungan diplomatik ketimbang Uni Emirat Arab tak ketinggalan mengutuk tindakan Israel di kamp pengungsi itu. 

"Mesir mengecam keras aksi tidak manusiawi Israel yang menyerang seluruh wilayah pemukiman di kamp Jabalia di Gaza utara sehingga ratusan orang tewas dan terluka," kata Kementerian Luar Negeri Mesir. Mesir menilai tindakan Israel itu terang-terangan melanggar hukum internasional dan bakal memperburuk situasi. 

Setali tiga uang dengan Mesir, Yordania yang menormalisasi hubungan dengan Israel setelah Mesir, juga mengecam keras serangan Israel di kamp Jabalia itu. 

"Kami menyerukan komunitas internasional untuk memikul tanggung jawabnya dengan mencegah Israel berbuat lebih jahat lagi terhadap warga sipil dan menghentikan perang tidak masuk akalnya di Jalur Gaza," kata Kementerian Luar Negeri Mesir. 

Kutukan serupa dilontarkan oleh sekutu Iran, Yaman, yang menyebut serangan Israel di kamp Jabalia itu memperpanjang daftar pelanggaran yang dibuat Israel terhadap rakyat Palestina." Sementara itu, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengecam “dengan tegas berlanjutnya pembantaian dan kejahatan perang yang dilakukan Israel, dengan yang terkini pembantaian kamp Jabalia. OKI mendesak komunitas internasional segera melakukan intervensi guna menghentikan Israel. 

Senada dengan Arab Saudi, Sekretaris Jenderal Liga Arab Ahmed Aboul Gheit juga mengulangi seruannya agar semua operasi militer di Gaza dihentikan. Menurut laman Badan PBB untuk pemulihan pengungsi Palestina (UNRWA), Kamp Jabalia adalah kamp pengungsi terbesar dari delapan kamp pengungsi Palestina di Jalur Gaza. 

Terletak di utara Kota Gaza, dekat desa bernama sama, kamp ini sudah dibangun sejak 1948 setelah Perang Arab-Israel tahun itu. Kini di kamp seluas 1,4 kilometer persegi itu 116.011 pengungsi Palestina terdaftar di UNRWA.

 Kejahatan Perang terhadap Jurnalis di Gaza Sementara itu, Reporters Without Borders (RSF) pada Rabu (1/11/2023) mengatakan bahwa mereka telah mengajukan pengaduan kepada Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas kejahatan perang yang dilakukan terhadap jurnalis di Gaza. 

“Para wartawan ini adalah setidaknya korban serangan hingga korban kejahatan perang dan dapat menjadi dasar untuk penyelidikan oleh jaksa ICC,” kata badan yang berfokus pada perlindungan hak kebebasan pers itu dalam sebuah pernyataan. 

Pengaduan RSF menjelaskan bahwa sembilan jurnalis telah tewas dan dua lainnya terluka dalam serangan darat dan udara di Jalur Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023. Semua korban tewas dan terluka dalam serangan tersebut karena sedang bekerja. 

Pernyataan tersebut juga menyebutkan bahwa lebih dari 50 media di Gaza "sengaja" telah dihancurkan, baik secara total maupun sebagian. Sebanyak 34 jurnalis telah terbunuh sejak dimulainya perang antara Israel dan Hamas, di mana setidaknya 12 orang terbunuh saat sedang melakukan pekerjaan mereka – 10 di Gaza, satu di Israel, dan satu di Lebanon, menurut RSF. 

Serangan terhadap jurnalis di Gaza merupakan kejahatan internasional yang serius dan berulang, dan harus diselidiki oleh jaksa ICC. 

RSF telah menyerukan penyelidikan ini sejak 2018, dan peristiwa tragis terbaru menunjukkan betapa mendesaknya tindakan ICC, kata Sekretaris Jenderal RSF Christophe Deloire. 

Ini merupakan pengaduan ketiga RSF kepada jaksa ICC mengenai kejahatan perang terhadap jurnalis Palestina di Gaza sejak 2018. Aduan pertama diajukan pada Mei 2018 mengenai jurnalis yang terbunuh atau terluka selama protes “Great March of Return” di Gaza. 

Yang kedua diajukan pada Mei 2021 menyusul serangan udara Israel terhadap lebih dari 20 media di Jalur Gaza. RSF juga mendukung pengaduan yang diajukan Al Jazeera tentang penembakan serius terhadap jurnalis Palestina Shirin Abu Akleh di Tepi Barat pada 11 Mei 2022.

Sumber: tvOne
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita