OLEH: DJONO W OESMAN
SUHU politik panas. Ketua Koordinator Strategis Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Sufmi Dasco Ahmad, melarang timnya datang Kantor KPU, Senin (13/11) besok. “Karena ada info, jika massa pro dan kontra ada di KPU saat penetapan (Capres-Cawapres) bakal dibenturkan.”
Peringatan Dasco itu mengerikan. Seandainya massa pendukung Prabowo-Gibran mendatangi Kantor KPU, Senin (13/11) berpotensi terjadi bentrok massa. Kerusuhan. Padahal, Pilpres 2024 dianggap paling aman dibanding dua kali Pemilu sebelumnya.
Tapi, kalau Dasco punya informasi tersebut, memang harus mencegah timnya berbondong ke Kantor KPU. Daripada terlambat.
Seperti diberitakan, Senin, 13 November 2023 adalah saat KPU menetapkan dan mengumumkan pasangan calon peserta pemilu presiden dan wakil presiden. Dilanjut esoknya, 14 November 2023 penetapan nomor urut pasangan calon.
Biasanya, massa pendukung pasangan capres-cawapres datang ke Kantor KPU. Tujuannya tidak jelas. Sebab, semua orang sudah tahu pasangan capres-cawapres 2024. Senin, pihak KPU tinggal menetapkan lalu mengumumkan nama-namanya.
Dasco melarang timnya, karena ia tahu bahwa tim pendukung Prabowo-Gibran bakal ke Kantor KPU.
Dasco: “Massa berkumpul pro dan kontra bakal dibenturkan. Juga, massa bakal dibenturkan dengan aparat penegak hukum yang bertugas menjaga keamanan. Supaya suasana tidak kondusif.”
Dilanjut: “Di sana besok ada massa yang meminta KPU untuk tidak menetapkan atau kemudian mencoret, paslon Prabowo-Gibran. Nah, dari rencana aksi massa tersebut kemudian beredar di WA grup pendukung Prabowo-Gibran untuk melakukan aksi tandingan.”
Jadi, sudah ada isu pancingan, bahwa ada massa demo meminta KPU mencoret pasangan Prabowo-Gibran. Lalu, massa Prabowo-Gibran bakal bereaksi dengan demo melawan kelompok massa tersebut.
Dasco: "Untuk apa tim kita berangkat ke KPU, karena pendaftaran pasangan Prabowo-Gibran sudah final. Sudah memenuhi syarat, serta tinggal ditetapkan dan tidak ada keputusan lain yang dapat membatalkan pasangan Prabowo-Gibran."
Ini pasti efek putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pimpinan Jimly Asshiddiqie, beberapa hari lalu. Putusan soal batas usia Capres-Cawapres yang menguntungkan Gibran, sehingga bisa dicalonkan mendampingi Prabowo. MKMK memutuskan: Para hakim yang memutuskan itu (ada Ketua MK, Anwar Usman yang adik ipar Presiden |Jokowi) melanggar etik berat.
Masyarakat berharap, MKMK memutuskan membatalkan putusan MK yang menguntungkan Gibran itu. Tapi ternyata MKMK cuma mengadili para hakimnya. Tidak berwenang pada putusan MK.
Itu sebenarnya masalah serius. Hakimnya diputuskan melanggar etik berat, mestinya putusannya disidangkan ulang, atau dibatalkan. Tapi, sesuai konstitusi, MKMK tidak berwenang mengadili putusan MK.
Soal ini sampai membuat para menteri dari PDIP berniat mundur, dan sudah disampaikan para menteri ke Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Hal itu dikatakan Politikus PDIP, Deddy Sitorus kepada wartawan, Sabtu (11/11), begini:
"Ketika beberapa menteri PDIP datang ke Ibu Mega untuk menyatakan ingin mundur, Ibu Mega bilang, bahwa menjadi menteri itu adalah bagaimana tanggung jawab kita kepada bangsa, kepada rakyat."
Dilanjut Deddy menirukan Mega: "Sepanjang mereka masih dibutuhkan presiden, silakan presiden,"
Menurutnya, PDIP menyilakan Presiden Jokowi menarik menteri-menteri PDIP dari kabinet, apabila dianggap tak lagi dibutuhkan, lantaran sudah tidak sejalan dengan keinginannya.
Dilanjut: "Tapi kami PDIP tidak akan menarik para menteri, karena mereka menjadi menteri adalah penugasan dan itu diperjuangkan (dulu mereka mendukung Jokowi), bukan seperti yang lain, yang tiba-tiba datang dan mendapatkan jabatan.”
Harapan Deddy bahwa Jokowi memecat para menteri dari PDIP tidak mungkin terjadi. Juga, mustahil Mega mengizinkan para menteri PDIP mundur dari kabinet. Sebab, kalau salah satu dari dua itu dilakukan, bisa sangat heboh Indonesia. Reaksi publik tak terkirakan. Bahkan bisa chaos.
Megawati politisi berpengalaman. Jokowi juga. Ini cuma pertarungan politik mereka. Perebutan kekuasaan mereka. Bukan rakyat. Seumpama tindakan salah satu dari mereka menyebabkan kerusuhan, pelakunya bakal mati politik.
Jokowi sekeluarga sudah meninggalkan PDIP. Setelah Jokowi, disusul putra sulung Jokowi, Gibran. Otomatis dilanjut menantu Jokowi, Bobby Nasution, Wali Kota Medan sejak 2021. Bobby mendukung Prabowo-Gibran, bukan pilihan partainya, pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Sedangkan, anak bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep masuk Partai Solidaritas Indonesia (PSI) langsung jadi ketua umum. Langsung pula, mendukung Prabowo-Gibran. Sekeluarga Jokowi boyongan keluar dari PDIP.
Keputusan politik Jokowi ‘si petugas partai’ itu sangat berani. PDIP pemenang Pemilu 2019. Jokowi tidak takut. Selama beberapa hari terakhir, PDIP sudah melawan. Dengan aneka bentuk pernyataan dari unsur pimpinan PDIP. Banyak pernyataan, banyak bentuk. Mulai dari istilah ‘kasih sayang politik’ Mega terhadap Jokowi, sampai pernyataan menyoal putusan MK itu.
Terbaru, Megawati dalam pidato bertajuk 'Setelah Lama Dinanti Tiba Saatnya Sampaikan Hati Nurani', ditayangkan daring di YouTube PDI Perjuangan, Minggu (12/11). Dikatakan begini:
"Keputusan MKMK telah memberikan cahaya terang di tengah kegelapan demokrasi. Keputusan MKMK tersebut menjadi bukti bahwa kekuatan moral, politik kebenaran, dan politik akal sehat tetap berdiri kokoh meski menghadapi rekayasa hukum konstitusi."
Bisa ditafsirkan, putusan MK yang membuat Gibran bisa jadi Cawapres mendampingi Capres Prabowo Subianto, dianggap Mega sebagai rekayasa hukum.
Dilanjut, Mega menceritakan pengalaman saat dia jadi Presiden RI ke-5. Waktu dia membentuk Mahkamah Konstitusi. Mulai dari merancang Undang Undang, mencarikan kantor, juga keperluan karyawan MK.
Dilanjut: "Dengannya perannya (MK) begitu penting. Saya sangat serius menggarap pembentukannya. Saya sebagai Presiden didampingi oleh Menteri Sekretaris Negara, mencarikan sendiri gedungnya dan saya putuskan di dekat Istana yaitu suatu tempat yang sangat strategis yang disebut sebagai Ring Satu, sehingga MK harus bermanfaat, bukan bagi perorangan, tapi bagi rakyat, bangsa, dan negara.”
Megawati menyayangkan MK saat ini. "Itu semua akibat praktik kekuasaan yang telah mengabaikan kebenaran hakiki, politik atas dasar nurani.”
Terkait putusan MK soal batas usia Capres-Cawapres, Mega menyatakan, agar masyarakat mengawal Pemilu 2024 sepenuh hati.
Diakhiri: "Kita jadikan Pemilu 2024 sebagai momentum untuk mendapatkan pemimpin terbaik yang benar-benar mewakili seluruh kehendak rakyat Indonesia, mengayomi, agar Indonesia menjadi bangsa hebat, unggul, dan berdiri di atas kaki sendiri.”
Sangat jelas Mega kecewa pada putusan MK itu. Ujung-ujungnya pasti pada Jokowi. Dia juga memberi warning, agar masyarakat mengawal Pemilu. Berarti dia sudah curiga, bakal terjadi kecurangan Pemilu. Kecurigaan ini bisa menggiring opini publik, bahwa Pemilu bakal tidak jurdil. Ini berbahaya.
Uniknya, putusan MK, putusan MKMK, juga pernyataan-pernyataan unsur pimpinan PDIP, tidak ngefek. Tidak membuat elektabilitas pasangan Prabowo-Gibran jatuh. Malah justru naik, dari hasil polling yang dilakukan beberapa lembaga survei.
Sangat unik. Jokowi sebelum jadi Presiden RI 2019 dihujat begitu rupa. Setelah jadi presiden dihina-hina (sampai badannya kurus). Karena Jokowi bukan dari garis elit Indonesia. Semua Presiden RI dari trah elit, kecuali presiden pertama dan kedua. Jokowi dulu pengusaha mebel. Maka, ia diserang hebat oleh para trah elit dengan mengerahkan massa, tapi Jokowi tetap menang sampai dua periode.
Minggu (12/11) Presiden Jokowi menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi organisasi kerja sama negara Islam (OKI) di Arab Saudi. Di sela KTT Jokowi melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.
Dari YouTube Sekretariat Presiden, ditayangkan Minggu (12/11), Jokowi-Erdogan bertemu di King Abdulaziz International Convention Center (KAICC), Riyadh, Arab. Tampak, Erdogan menggandeng erat lengan Jokowi sepanjang keduanya berjalan. Itu pemandangan langka untuk ukuran kepala negara. Tanda, pamor Jokowi moncer di internasional.
(Penulis adalah wartawan senior)