MKMK Dinilai Tak Tegas karena Tidak Memecat Ketua MK Anwar Usman

MKMK Dinilai Tak Tegas karena Tidak Memecat Ketua MK Anwar Usman

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -  Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait pelanggaran etik berat Ketua MK Anwar Usman dinilai tak tegas karena hanya memberikan putusan pemberhentian jabatan Ketua MK tanpa memecat sebagai Hakim MK.

Direktur Eksekutif Public Virtue Research Institute Yansen Dinata menilai, Anwar Usman harusnya dipecat karena telah terbukti melakukan pelanggaran berat dalam putusan yang melanggengkan keponakannya, Gibran Rakabuming Raka bisa mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden.

"Anwar Usman seharusnya dipecat secara tidak hormat dari jabatan Hakim MK. MKMK harusnya proporsional dalam melihat batas pelanggaran etika apa yang bisa ditolerir dengan teguran lisan. Saya kira, nepotisme adalah dosa tak termaafkan bagi demokrasi," ujar Yansen dalam keterangannya, Selasa (7/11/2023).

Yansen mengatakan, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengakui bahwa pelanggaran etik ini mudah dibuktikan karena sebagian besar pelapornya adalah guru besar.

Sejak putusan MK mengenai batas usia capres dan cawapres diputuskan, Yansen menyebut Anwar Usman termasuk nama yang berkontribusi pada pengembalian reformasi ke titik nol.

"Putusan batas usia capres dan cawapres telah secara eksplisit menampilkan nepotisme terang-terangan antara Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, Joko Widodo, dan Prabowo Subianto untuk kepentingan politik elektoral dan keberlangsungan kuasa oligarki," tuturnya.

Sebelumnya, Anwar Usman dinyatakan melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik hakim konstitusi dalam uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

Atas pelanggaran itu, Anwar diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan ini diketuk oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam sidang pembacaan putusan etik, Selasa (7/11/2023).

“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan ketua mahkamah konstitusi kepada hakim terlapor,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie, dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat.

Buntut pelanggaran ini, Anwar tak boleh mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.

“Hakim terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan mahkamah Konsitusi sampai jabatan hakim terlapor sebagai hakim konstitusi berakhir,” ucap Jimly.

MKMK menyatakan bahwa adik ipar Presiden Joko Widodo tersebut terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.

Dalam putusannya, MKMK juga memerintahkan Wakil Ketua MK memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 24 jam.

“Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur bupati dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan,” tutur Jimly.

Sebagai informasi, dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi ini mengemuka setelah MK yang diketuai ipar Presiden Joko Widodo, Anwar Usman, mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.

Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.

Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.

Sumber: kompas
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita