MKMK Didesak Segera Pecat Anwar Usman dan Batalkan Putusan yang Muluskan Langkah Gibran

MKMK Didesak Segera Pecat Anwar Usman dan Batalkan Putusan yang Muluskan Langkah Gibran

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  - Salah satu pelapor dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang ditujukan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, meminta adik ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu segera dipecat.

Permintaan tersebut disampaikan oleh Direktur LBH Yusuf, Mirza Zulkarnaen.

Selain meminta Anwar Usman diberhentikan, Mirza juga menginginkan supaya hasil putusan MK mengenai gugatan batas usia capres-cawapres dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dibatalkan.



"Yang berkaitan dengan situasi Pemilu 2024 nanti, makanya selain memberhentikan Pak Anwar Usman sebagai hakim MK dan Ketua MK, dan menimbulkan implikasi, hasil putusan MK itu seperti apa, yaitu membatalkan putusannya," kata Mirza Zulkarnaen, dikutip dari YouTube Kompas TV, Kamis (2/11/2023).


"Dan KPU harus membatalkan nama Gibran Rakabuming sebagai cawapres 2024 ke depannya," tuturnya.

Sebagaimana diketahui, putusan MK soal batas usia capres-cawapres telah memuluskan langkah putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres).

Kini, Gibran telah dipilih oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.

Keputusan MK yang disinyalir berbau konflik kepentingan itu akhirnya berbuntut panjang hingga Anwar Usman dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik.

Menurut Yusuf, tindakan Anwar Usman ini jelas bertentangan dengan UU No 48 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 17 ayat (3).

zulkarnaen mkmk

Direktur LBH Yusuf, Mirza Zulkarnaen, salah satu pelapor dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang ditujukan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, meminta adik ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu segera dipecat.

Di mana Anwar Usman yang berada dalam persidangan gugatan batas usia capres-cawapres merupakan paman dari Gibran Rakabuming Raka.

“Pasal ini intinya mengatur bahwa seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga, atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai, dengan ketua, salah seorang hakim anggota, jaksa, advokat, atau panitera,” tuturnya, dikutip dari situs resmi Mahkamah Konstitusi.

Berdasarkan hal tersebut, pihaknya meminta kepada MKMK untuk menindaklanjuti seluruh laporan atau temuan atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi secara terbuka dan transparan.

Keputusan MK Bisa Dibatalkan


Sementara itu, Pakar Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Dr M Fauzan, menyebut MKMK bisa membatalkan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 ini.

Apabila para hakim terbukti melakukan pelanggaran kode etik, maka putusan yang telah diambil tidak memiliki legitimasi secara moral.

"Jika putusan MKMK ternyata para hakim terbukti dengan sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran kode etik, maka dalam perspektif moral, putusan yang telah diambil tidak memiliki legitimasi secara moral, karena diputus oleh hakim yang telah terbukti melanggar kode etik," kata Fauzan dalam pernyataannya yang diterima Tribunnews.com, Kamis (2/11/2023).

Atas putusan yang telah diambil, lanjut Fauzan, maka ada beberapa kemungkinan.

Pertama, tetap berlaku sesuai dengan hukum tata negara positif (yang sedang berlaku).

Kedua, perlu diingat bahwa di atas hukum sebenarnya ada moralitas, maka hukum yang baik tentunya harus memperhatikan aspek moralitas.


Jika ini yang menjadi pertimbangan, bisa saja MKMK ada kemungkinan keluar dari pakem hukum tata negara positif dan menyatakan bahwa putusan yang diputus oleh hakim yang telah terbukti melanggar kode etik putusannya tidak mengikat.

"Jika ini yang terjadi, maka akan ada dinamika hukum ketatanegaraan kita, dan pasti ini menimbulkan diskursus juga," tutur Fauzan.

Fauzan juga menjelaskan, apabila merujuk pada hukum tata negara positif, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 24C UUD 1945, apa pun keputusan MK termasuk di dalamnya Putusan Nomor 90 tahun 2023 terlepas suka atau tidak, sejak diucapkan dalam sidang pleno yang terbuka untuk umum, putusan tersebut langsung berlaku dan tidak ada upaya hukum.

Akan tetapi, sambungnya, terkait dengan adanya laporan pelanggaran kode etik ke MKMK, maka sanksi yang dapat dijatuhkan sesuai dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi tentang MKMK hanya ada sanksi teguran lisan, tertulis dan pemberhentian sebagai hakim konstitusi.

"MKMK memang hanya memeriksa dan memutus terkait dengan pelanggaran kode etik, dan perlu diketahui bahwa tupoksi MKMK adalah menjaga keluhuran dan martabat hakim MK," terangnya.

"Itulah sebabnya perlu ada kajian kembali mengenai keputusan MK yang final dan mengikat, ke depan menurut saya jika ternyata putusan MK dijatuhkan oleh hakim yang terbukti melanggar kode etik, maka kekuatan putusan MK yang bersifat final dan mengikat dapat dibatalkan, dan pembatalannya ada dua cara."

"Pertama, oleh MK sendiri atas perintah MKMK atau oleh MKMK yang memeriksa dan memutus laporan adanya pelanggaran kode etik," pungkas Fauzan.

Sumber: Tribunnews
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita