GELORA.CO - Tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan. Peringatan Hari Pahlawan tak terlepas dari pertempuran hebat yang terjadi di Surabaya pada 10 November 1945. Pertempuran hebat antara tentara sekutu Inggris dengan para pejuang di Surabaya kala itu dipicu oleh peristiwa terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby (Pimpinan Tentara Inggris untuk Jawa Timur) pada 30 Oktober 1945.
"Kemerdekaan Indonesia tidak akan bisa diakui dunia internasional jika tidak terjadi pertempuran 10 November 1945 di Surabaya," tukas Nurmansyah Achijat, salah satu putra mendiang Letnan Mohammad Achijat, saat ditemui Basra, usai acara tabur bunga di kompleks makam Ngagel Surabaya, Kamis (9/11) sore.
Pembunuh Brigjend Mallaby memang masih menjadi misteri. Namun Letnan Achijat merupakan salah satu tokoh yang disinyalir sebagai sniper pembunuh petinggi tentara sekutu tersebut. Ia juga dikenal sebagai pasukan Alap-alap Simokerto, sebuah legenda heroik yang populer di kalangan masyarakat Kota Pahlawan.
Meskipun hingga saat ini hal tersebut masih menjadi misteri apalagi Letnan Achijat juga tidak pernah mengakuinya secara terbuka bahkan hingga tutup usia. Beberapa dokumen Inggris menyatakan jika pelaku penembakan Mallaby adalah sniper berusia 16-17 tahun. Letnan Achijat pada saat terjadinya peristiwa tersebut berusia 17 tahun. Ia juga seorang sniper handal.
Letnan Achijat merupakan salah satu tokoh pejuang yang lahir di Simokerto, Surabaya. Sosok Letnan Achijat turut berjasa besar dalam perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia, khususnya di Surabaya.
Achijat tercatat sebagai salah satu sosok yang terlibat langsung dalam pertempuran heroik itu. Nama Achijat tercantum di plat kuning yang terpampang di Museum Tugu Pahlawan bersama nama-nama lain seperti Sutomo (Bung Tomo), Gubernur Suryo, Roeslan Abdul Gani, Doel Arnowo, dan lain-lain.
Pada saat insiden perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit) pada 19 September 1945, Letnan Achijat juga turut serta bersama kawan-kawannya. Bahkan, Achijat sempat naik ke kisi-kisi atap hotel.
Dalam insiden tersebut, pejuang arek-arek Suroboyo berhasil merobek warna biru pada bendera Belanda menjadi warna merah dan putih.
"Jadi bapak saya tahu betul siapa perobek bendera di Hotel Yamato waktu itu karena bapak saya juga terlibat dalam peristiwa itu," tuturnya.
Nurmansyah mengungkapkan, di mata keluarga, Letnan Achijat merupakan sosok pemberani yang cenderung nekat. Jika apa yang diyakini benar, maka Letnan Achijat akan memperjuangkannya.
"Bapak saya itu seorang pemberani, tidak mau diajak kompromi. Kalau beliau merasa benar, apa pun akan diterjang," tegas Nurmansyah.
Letnan Achijat tutup usia pada tahun 1976 karena kecelakaan di Surabaya. Ia meninggalkan 12 orang putra. Letnan Achijat dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Ngagel.
Sumber: kumparan