GELORA.CO - Pada Sabtu, 28 Oktober 2023 lalu, ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan bakal calon wakil presiden dalam Koalisi Perubahan, Muhaimin Iskandar, dikenal sebagai Cak Imin sempat menyapa ribuan pendukungnya dalam sebuah acara jalan sehat di Grand Depok City, Depok, Jawa Barat.
Seiring dengan tawa dan tepuk tangan dari kerumunan massa tersebut, Cak Imin dengan santai mengomentari jumlah pendukungnya, yang kerap dianggap sedikit oleh beberapa kalangan.
Dalam pidatonya, Cak Imin mengklaim bahwa massa pendukung pasangan Anies Baswedan dan dirinya, yang dikenal sebagai AMIN (Anies-Muhaimin), tidak hanya hadir di Depok, tetapi juga di seluruh Indonesia.
Kendati angka tersebut bisa memangkas elektabilitas pasangan ini menurut sejumlah survei, Cak Imin tetap percaya akan dukungan yang mereka terima.
Dalam survei yang dilakukan oleh beberapa lembaga, elektabilitas AMIN menduduki peringkat bawah dibandingkan dengan pasangan calon lainnya dalam Pilpres 2024.
Dalam survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Oktober 2023, elektabilitas AMIN hanya mencapai 19,6 persen, sementara pasangan calon lainnya seperti Ganjar-Mahfud dan Prabowo-Gibran menduduki peringkat lebih tinggi.
Namun, mengapa ada kesenjangan yang begitu besar antara massa pendukung yang tampaknya membanjiri lapangan dengan hasil survei yang tidak sesuai dengan ekspektasi?
Bagaimana mungkin pasangan yang tampaknya populer dalam pertemuan-pertemuan langsung dengan massa pendukung memiliki elektabilitas yang lebih rendah dalam survei?
Pertama, penting untuk diingat bahwa survei adalah gambaran pada waktu tertentu dan dalam sampel tertentu.
Hasil survei bisa sangat dipengaruhi oleh metode, ukuran sampel, atau populasi yang ditanyai.
Bahkan, dalam satu survei tertentu, hasil bisa berbeda secara signifikan jika dilakukan ulang beberapa kali dengan sampel yang berbeda.
Selain itu, ada perbedaan antara respons langsung dalam sebuah acara atau pertemuan dengan hasil survei.
Respons langsung adalah interaksi langsung antara calon dan pendukungnya, sementara survei adalah proses penelitian ilmiah yang mencoba mengukur preferensi elektoral dalam populasi yang lebih luas.
Tidak dapat dihindari bahwa partai politik akan melakukan mobilisasi massa pendukung dalam acara-acara besar untuk menciptakan kesan popularitas.
Massa yang ramai bisa menciptakan momentum positif yang mendukung kampanye politik, terutama jika kehadiran mereka disorot dalam media.
Namun, penting untuk diingat bahwa dalam pemilihan, yang memiliki dampak nyata adalah suara yang diberikan oleh pemilih yang memilih secara rahasia.
Massa yang ramai dalam acara kampanye adalah pengikut yang setia, tetapi hasil elektoral pada akhirnya tergantung pada dukungan dari pemilih yang lebih luas.
Mengingat perbedaan antara respons langsung dan hasil survei, hasil survei hanya memberikan gambaran potret tertentu pada waktu tertentu dan tidak selalu mencerminkan situasi yang lebih besar.
Penting untuk tidak mengabaikan hasil survei, tetapi juga untuk tidak terlalu mengandalkan acara publik sebagai indikator tunggal kesuksesan elektoral.
Dengan demikian, kesenjangan antara massa pendukung yang tampaknya besar dalam pertemuan-pertemuan langsung dan hasil survei yang lebih rendah adalah fenomena yang biasa terjadi dalam politik.
Pemilihan sebenarnya adalah saat di mana masyarakat secara rahasia memberikan suara mereka, dan hasil akhirnya akan mengungkapkan dukungan sebenarnya dari pemilih.***
Sumber: nolmeter