GELORA.CO - Pemandangan warga Palestina yang dihalau pasukan Israel untuk memasuki Masjid Al-Aqsa sudah menjadi hal yang lumrah, terutama saat Israel menyatakan perang terhadap Hamas pada 7 Oktober lalu.
Dilansir Middle East Eye, Masjid Al-Aqsa biasanya dipadati ribuan jemaah terutama saat Salat Jumat.
Tetapi kini, pembatasan sewenang-wenang oleh pasukan Israel membuat jemaah tidak bisa memasuki kompleks masjid.
Bentrok kerap terjadi karena umat Muslim tidak bisa melaksanakan kewajibannya.
Selama beberapa minggu terakhir, pasukan Israel menembakkan gas air mata ke arah warga Palestina yang mencoba salat di jalan-jalan sekitar Al-Aqsa.
Mereka juga menyerang beberapa jurnalis yang meliput peristiwa tersebut.
“Mereka tidak mengizinkan kami masuk, mereka menindas kami, dan memukul kami,” kata Mohammad Salaymeh, seorang remaja berusia 18 tahun yang tidak bisa salat di Al-Aqsa sejak awal perang.
Jihad Taha (47), yang juga dilarang masuk pada hari Jumat.
Ia mengatakan pembatasan tersebut adalah bagian dari kampanye yang lebih luas terhadap penduduk Palestina di Yerusalem.
“Tujuannya untuk memberikan tekanan kepada warga Kota Tua pada khususnya, dan warga Yerusalem pada umumnya,” ujarnya.
Meskipun laki-laki muda lebih mungkin untuk dihentikan dibandingkan kelompok usia dan jenis kelamin lainnya, mereka bukanlah satu-satunya target pasukan Israel.
Bassima Zaidan, seorang wanita berusia 57 tahun yang berjalan kaki ke masjid dari lingkungan Ras al-Amud di Yerusalem, mengatakan dia disuruh pulang oleh petugas polisi setelah menunggu selama 30 menit.
Pasukan Israel berkata, "Kembali, kembali lah ke Ras al-Amud."
Salat Jumat yang biasanya dihadiri rata-rata 50.000 jamaah di dalam dan sekitar masjid, hanya dihadiri sekitar 4.000 jamaah pada minggu ini.
“Ada pembatasan yang sangat ketat untuk mencegah jamaah masuk,” ujar Mustafa Abu Sway, anggota Dewan Wakaf Islam di Yerusalem, kepada Middle East Eye.
“Mereka tidak mengizinkan generasi muda, misalnya, berdampingan dengan orang-orang yang terkadang berusia 80 tahun."
"Tapi itu sangat bergantung pada individu polisi yang punya kewenangan.”
Wakaf Islam, atau wakaf keagamaan, adalah organisasi yang ditunjuk Yordania yang bertanggung jawab atas kontrol dan pengelolaan situs-situs Islam di kompleks keagamaan Al-Aqsa.
Mereka sering bersuara menentang meningkatnya tekanan Israel terhadap masjid Al-Aqsa dan wilayah sekitarnya.
Banyak umat Islam khawatir bahwa Israel akan memanfaatkan kekacauan perang yang sedang berlangsung untuk menerapkan perubahan jangka panjang mengenai siapa yang mengontrol situs suci tersebut.
Orang Yahudi menyebut Al-Aqsa sebagai Temple Mount.
Abu Sway khawatir situasi ini dapat dieksploitasi untuk menerapkan pembatasan jangka panjang di kompleks tersebut.
Ia menambahkan bahwa Wakaf “tidak akan pernah menerima keadaan seperti itu”.
Pembatasan salat Muslim di Kota Tua ini bertepatan dengan meningkatnya tekanan terhadap Kawasan Armenia di Yerusalem.
Di sana, komunitas Kristen Armenia mengaku menghadapi “ancaman eksistensial” buntut dari kesepakatan yang tidak jelas dan rahasia yang dapat menyebabkan sekitar 25 persen dari pendapatan mereka dijual ke komunitas pemukim Israel.
Sejak dimulainya perang di Gaza, Israel telah menerapkan pembatasan ketat terhadap jamaah yang ingin mencapai kompleks Al-Aqsa.
Israel mendirikan banyak pos pemeriksaan dan tidak mengizinkan mereka yang tidak tinggal di Yerusalem untuk masuk.
Peningkatan kekerasan juga terlihat di Tepi Barat dan di Yerusalem Timur di mana pasukan polisi memperketat pembatasan pergerakan orang.
Konflik terbaru dimulai ketika serangan pimpinan Hamas terhadap Israel menewaskan sekitar 1.200 warga Israel.
Israel kemudian membalas dengan membombardir Gaza dan melancarkan invasi darat, menewaskan lebih dari 11.000 warga Palestina termasuk sedikitnya 4.500 anak-anak.
Meskipun pembatasan di Al-Aqsa semakin meningkat, banyak warga Palestina, seperti Zaidan, mengatakan mereka akan terus mencoba mendatangi situs keagamaan mereka.
Bagi mereka, Masjid Al-Aqsa merupakan simbol perjuangan mereka melawan pendudukan Israel dan juga merupakan situs spiritual yang dihormati.
“Jiwaku untuk Al-Aqsa, darahku untuk Al-Aqsa,” kata Zaidan.
Sumber: Tribunnews