GELORA.CO - Pejabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono mengungkapkan alasan menolak permintaan para buruh yang sebelumnya meminta kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI 2024 menjadi Rp5,6 juta.
Sebagaimana diketahui, sebelumnya, Heru telah resmi menaikkan UMP DKI 2024 sebesar 3,6 persen atau sebesar Rp165.583, pada Selasa (21/11/2023).
Keputusan tersebut berdasarkan pada formula yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Heru mengatakan, pihaknya tak mengabulkan permintaan para buruh tersebut karena dinilai tak sesuai dengan formulasi penghitungan UMP 2024 yang diatur dalam PP Nomor 51 Tahun 2023 itu.
Sehingga, dikatakan Heru, Pemerintah Daerah (Pemda) DKI tak bisa melewati aturan pemerintah yang sudah ditetapkan itu.
"Pemda DKI tidak bisa melewati aturan pemerintah yang sudah ditetapkan,” ucapnya di Balai Kota Jakarta, dikutip dari Wartakotalive.com, Selasa (21/11/2023).
Di mana, sesuai PP Nomor 51 Tahun 2023, perhitungan UMP 2024 = Inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi X Indeks Tertentu / Alfa).
Selain itu, dalam PP ini juga dijelaskan bahwa nilai alfa berkisar di angka 0,1-0,3.
Dalam hal ini, Heru memastikan bahwa Pemprov DKI menggunakan nilai alfa tertinggi.
Maka dari itu, kenaikan UMP DKI Jakarta dari Rp4,9 menjadi Rp 5.067.381.
“Maka Pemda DKI menetapkan alfa tertinggi, yaitu 0,3. Maksimalnya di 0,3,” ujarnya.
Pengambilan kenaikan UMP DKI 2024 ini, kata Heru, sudah melalui berbagai rapat secara internal dan sidang Dewan Pengupahan beberapa waktu lalu.
Tambahan informasi, Heru juga menyampaikan, selain UMP ini, Pemrov DKI juga ada Kartu Pekerja Jakarta.
Mereka bisa mendapat bantuan subsidi transportasi hingga pangan.
"Selain UMP, Pemprov DKI juga punya Kartu Pekerja Jakarta, mereka dapat bantuan subsidi transportasi, pangan dan turunannya sudah pasti dapat Kartu Jakarta Pintar (KJP)," katanya, dikutip dari Wartakotalive.com, Selasa.
Buruh Ungkap Kekecewaan dan Marah
Sementara itu, para buruh menanggapi kenaikan UMP DKI itu dengan kekecewaan dan marah besar.
Lantaran, pemerintah dinilai tidak mempertimbangkan usulan dari para buruh sebelumnya.
Para buruh atau pekerja pun bersikeras menolak kenaikan upah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
"Hasilnya jauh dari harapan. Kami (buruh) sangat kecewa dan marah, pemerintah tidak mempertimbangkan usulan buruh," ujar Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia, Mirah Sumirat kepada Tribunnews di Jakarta, Selasa (21/11/2023).
Kenaikan Rp 165.583 tersebut dinilai tidak sesuai dengan kenaikan-kenaikan harga pangan, transportasi, dan harga sewa hunian. UMP yang diterima buruh saat ini, dinilai tidak adil.
Meskipun, Pemprov DKI berdalih akan memberikan bantuan subsidi kepada warga, termasuk buruh atau pekerja.
Seperti, Kartu Pekerja Jakarta untuk meringankan biaya transportasi, pangan, dan pendidikan bagi anak buruh atau pekerja.
Menurut Mirah, subsidi yang diberikan itu tidak sesuai dengan insentif yang diberikan kepada pengusaha.
Bantuan subsidi ini juga termaktub dalam Keputusan Gubernur Nomor 818 Tahun 2023.
"Upah yang diterima sekarang itu, habis digunakan biaya transportasi kerja, SPT sekolah, dan BPJS Kesehatan. Sekarang beli barang-barang kebutuhan pokok tinggi, buruh meminta usulan penyesuaian bukan untuk jadi kaya raya," terang Mirah.
"Karpet merah untuk pengusaha, buruh dapat apa? Kartu Pra Kerja tidak juga. Orang untuk oknum-oknum doang," tambah Mirah.
Sebelumnya, Sidang Dewan Pengupahan DKI Jakarta merekomendasikan tiga besaran upah kepada Pemprov DKI.
Usulan itu didasarkan pada pertumbuhan ekonomi Jakarta 4,95 persen, inflasi 1,89 persen, dan indeks tertentu dengan alfa atau batas penghitungan yang digunakan ada pada rentang 0,1 sampai 0,3.
Tiga usulan besaran upah itu adalah Rp 5.043.000, Rp 5.063.000, dan Rp 5.637.069.
Unsur pengusaha mengusulkan UMP Rp 5.043.068 berdasarkan penghitungan 0,2 dari pertumbuhan ekonomi Jakarta.
Kemudian, unsur buruh atau pekerja meminta kenaikan 15 persen atau menjadi Rp 5.637.068 sesuai pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu sebesar 8,15 persen.
Besaran UMP DKI Jakarta 2021-2023
Pada 2021, besaran UMP DKI Jakarta ditetapkan naik sebesar 3,27 persen menjadi Rp 4.416.186, dengan pengecualian akibat adanya pandemi Covid-19.
Bagi kegiatan usaha yang terdampak Covid-19, UMP 2021 tidak mengalami kenaikan atau sama dengan UMP 2020, Rp4.276.350.
Kemudian, pada tahun 2022, kenaikan UMP DKI mengalami tarik ulur, tetapi tercatat di data Kemnaker, UMP DKI Jakarta 2022 adalah sebesar Rp. 4.573.845.
Sebelumnya, Keputusan Gubernur DKI Jakarta 1517 tahun 2021 menyatakan UMP Jakarta tahun 2022 naik 5,1 persen atau setara Rp 225.667.
Dengan demikian UMP Jakarta tahun 2022 sebesar Rp 4.651.864.
Namun Majelis Hakim PTUN Jakarta menyatakan Batal Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1517 Tahun 2021 tentang Upah Minimum Provinsi tahun 2022 tanggal 16 Desember 2021.
PTUN juga wewajibkan kepada tergugat menerbitkan keputusan tata usaha negara yang baru mengenai UMP 2022 berdasar Rekomendasi Dewan Pengupahan DKI Jakarta Unsur Serikat Pekerja/Buruh Nomor : I/Depeprov/XI/2021, tanggal 15 November 2021 sebesar Rp 4.573.845.
Saat itu, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertrangi) DKI Jakarta menyatakan UMP DKI Jakarta 2023 naik menjadi Rp 4.901.798.
Kepala Disnakertrans DKI Jakarta, Andri Yansyah mengatakan, UMP DKI Jakarta 2023 akan meningkat sebesar 5,6 persen dari tahun 2022 ini sebesar Rp 4,6 juta.
Besaran kenaikan UMP DKI Jakarta 2023 itu sesuai dengan usulan Pemprov DKI Jakarta dalam sidang dewan pengupahan yang dilaksanakan pada Selasa (22/11/2022).
Kenaikan UMP DKI Jakarta 2023 sebesar 5,6 persen itu mengacu kepada Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022, dengan menggunakan perhitungan variabel alfa sebesar 0,2.
Sumber: Tribunnews