GELORA.CO - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, mengaku tak yakin Presiden Jokowi dapat profesional dalam pemilu 2024. Sebab, anak sulungnya yang juga Walkot Solo Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres Prabowo Subianto.
"Apa yang bisa diharapkan dari netralitas kalau ternyata Presiden kemudian memilih diksi-diksi yang tidak netral, misalnya saya akan cawe-cawe demi kepentingan bangsa dan negara di 2024. Pilihan diksi seperti ini mengkhawatirkan bagi kita untuk menghadapi proses penyelenggaraan Pemilu 2024," kata Feri di Posbloc, Jakarta Pusat, Sabtu (18/11).
Dia mencontohkan kecurigaan adanya tindakan tidak profesional di 2024, terlihat dari adanya selebaran bagi polres untuk memasang spanduk dan baliho paslon tertentu.
'Kita ketahui bersama pilihan diksi cawe-cawe itu diimplementasikan dalam berbagai hal misalnya ada selebaran yang belum kita ketahui sampai saat ini fakta konkritnya karena tidak mungkin juga diketahui bahwa seluruh polres harus bergerak untuk kemudian memasang spanduk dan baliho tertentu terhadap capres tertentu," ucapnya.
"Di titik ini sudah berat cerita kita tentang netralitas aparat di 2024," sambung Feri.
Apalagi, dalam lembaga pertahanan dan keamanan nasional, Jokowi sebagai Presiden merupakan panglima tertinggi. Sehingga, tak mungkin perintah dari Jokowi di 2024 tak dikerjakan.
'Kita ketahui tidak ada satu orang pun di republik ini, tidak bahkan wapres tidak ada satu orang pun di dalam republik ini yang bisa memerintahkan simultan berkala dan presisi kalau bukan tidak seorang presiden kepada aparat pertahanan dan keamanan," kata dia.
'Sebab mereka adalah bawahan dari Presiden. Presiden adalah panglima dan pimpinan tertinggi dari aparat penegakan pertahanan utama. Jadi bagi saya memang agak sulit berharap Presiden dengan diksi yang dia pilih dan keterlibatan keluarganya di dalam pemilu tahun 2024 ini," jelas Feri.
Menurutnya, Jokowi tidak bisa menggunakan ruang profesional di 2024 karena adanya sang anak. Ia menyebut Jokowi mengalami konflik kepentingan.
"Enggak bisa (profesional). Mana ada ayah dan ibu profesional kepada anaknya? Makanya kita kenal konflik kepentingan bagaimana pun akan ada ruang tertentu konflik kebatinan seorang ayah dan seorang ibu untuk bersikap tidak netral terhadap anaknya," tutup Feri.
Sumber: kumparan