GELORA.CO - Anwar Usman akhirnya buka suara perihal putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang memberhentikannya dari jabatan ketua MK. Pria asal Bima itu menganggap putusan MKMK sebagai bagian dari pembunuhan karakter kepadanya.
Meski demikian, Anwar mengaku rela melepas jabatannya. Sesuai keyakinannya sejak awal, jabatan merupakan milik Allah. ”Sehingga pemberhentian saya sebagai ketua MK tidak sedikit pun membebani,” ujarnya di gedung MK, Jakarta.
Meski demikian, dia merasa perlu untuk memberikan klarifikasi kepada publik. Anwar mengaku sejak lama mengetahui upaya politisasi sekaligus menjadikannya sebagai objek tertentu.
Bahkan, dia mengendus sebelum MKMK terbentuk. Namun, Anwar terus berupaya berpikir positif dan tetap melanjutkan pembentukan MKMK. Termasuk tetap memenuhi kewajiban sebagai ketua MK untuk memfasilitasi segala sesuatunya.
Namun, Anwar menilai kerja MKMK menabrak sejumlah aturan. Pertama, pelanggaran terhadap ketentuan peradilan etik yang semestinya digelar tertutup sesuai dengan peraturan MK. Kedua, jenis sanksi dalam putusan yang tidak sesuai norma dalam ketentuan peraturan MK.
Meski dengan dalih melakukan terobosan hukum, dia menilai hal tersebut tetap tidak dibenarkan. ”Tetap merupakan pelanggaran norma terhadap ketentuan yang berlaku,” terangnya.
Anwar juga menepis tudingan adanya intervensi. Dia mengklaim, selama 40 tahun menjadi hakim, dirinya tidak pernah melakukan hal tercela. Itu dibuktikan dengan tidak pernah berurusan dengan Komisi Yudisial, Badan Pengawas Mahkamah Agung, hingga Majelis Etik MK.
Anwar menyadari, ketika menangani perkara batas usia capres dan cawapres, muatan politik sangat kuat. Namun, dia menegaskan tetap patuh terhadap asas-asas yang berlaku. ”Saya tidak pernah takut dengan tekanan dalam bentuk apa pun dan oleh siapa pun dalam memutus sebuah perkara,” terangnya.
Karena itu, tudingan soal intervensi dia anggap sebagai fitnah yang keji dan tidak berdasar atas hukum. Lagi pula, lanjut dia, perkara itu hanya menyangkut norma dan bukan kasus konkret. Pengambilan putusannya pun bersifat kolektif kolegial.
Anwar juga membeberkan alasannya yang tidak mundur saat menangani perkara usia capres. Dia beralasan, sejak era kepemimpinan Jimly Ashiddiqie, Mahfud MD, Hamdan Zoelva, hingga Arief Hidayat, banyak perkara yang mengandung konflik kepentingan.
Bahkan berkaitan langsung dengan nasib hakim seperti norma usia hakim MK dan sebagainya. Dalam perkara-perkara tersebut, semua hakim tetap menguji perkara yang berkaitan dengan kepentingannya sendiri. Sebab, secara teori MK adalah pengadilan norma.
Anwar juga menepis tudingan soal dirinya yang disebut meloloskan pasangan calon tertentu. ”Toh, bukan kami yang nanti punya hak untuk mengusung calon dan yang akan menentukan siapa calon pasangan terpilih kelak, tentu rakyatlah,” tegasnya.
Meski merasa difitnah secara kejam, Anwar menegaskan tidak akan mengambil upaya hukum apa pun. ”Semoga yang fitnah dan menzalimi saya diampuni Allah,” ungkapnya.
Sementara itu, MK akan menggelar pemilihan ketua hari ini. Hal itu diputus dalam rapat permusyawaratan hakim. Sekjen MK Heru Setiawan mengatakan, sesuai amar putusan MKMK, pemilihan ketua harus dilakukan dalam 2 x 24 jam. Proses pemilihan akan dilakukan dengan rapat para hakim. ”Dimulai dari upaya untuk musyawarah mufakat dan seterusnya,” ujarnya.
Sesuai Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2023, proses pemilihan akan dilakukan melalui musyawarah mufakat. Jika tak tercapai kesepakatan, pemilihan dilakukan melalui voting.
Seusai tuntasnya proses MKMK, perkara usia capres kembali disidangkan kemarin. Gugatan diajukan mahasiswa Universitas NU Brahma Aryana. Dengan adanya putusan MKMK, penguji berharap putusan di-review ulang.
Dalam petitumnya, dia meminta agar syarat berpengalaman sebagai kepala daerah setidaknya pernah menjadi gubernur. Norma itu dinilai lebih tepat. Sebab, saat putusan 90/2023 dibacakan, secara substansi pilihan itu yang lebih banyak.
Sumber: jawapos