GELORA.CO - 204 Juta data daftar pemilih tetap (DPT) di Komisi Pemilihan Umum (KPU) diduga bocor dan dijual di dark web.
Pemerhati Multimedia-Telematika Independen Roy Suryo mengatakan kebocoran DPT ini bukan hal sepele dan sederhana. Menurut dia, kebocoran ini bisa mengakibatkan kekacauan atau chaos hasil Pemilu 2024.
Sebelumnya diberitakan, diduga DPT di KPU diretas oleh hacker bernama samaran Jimbo. Ini viral dan dilaporkan dalam BreachForums.
“Sebagaimana diketahui data tersebut dijual dengan 2 BTC (Bitcoin) seharga US$74 ribu atau sekitar Rp1,2 miliar. Data itu memuat informasi dari 204 juta (tepatnya 204.807.203) orang meliputi NIK, NKK, nomor KTP, TPS, e-KTP, jenis kelamin dan tanggal lahir. Data itu juga termasuk dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia dan Kedutaan Besar RI di luar negeri,” tulis dia dikutip pada Kamis (30/11/2023).
Namun, kata dia, saat ini Computer Security Incident Response Team (CSIRT) Bareskrim, BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) bahkan sampai DPR Komisi I sudah mempersoalkan hal tersebut karena data tersebut sudah tersebar dan menjadi perbincangan banyak pihak.
“Apalagi kalau melihat biaya jumbo Pilpres 2024 saat ini yg mencapai Rp76,6 triliun namun terkesan sangat mudah dibobol dan lebih ironis lagi KPU terkesan ‘tidak (mau) tahu menahu’,” katanya.
Roy Suryo berpendapat dengan diberlakukannya UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP), masyarakat bisa menuntut pertanggungjawaban KPU karena beleid tersebut menyebut pengelola data pribadi wajib menjamin keamanan masyarakat yang dikumpulkan dan dikelolanya.
Menurut dia, dugaan kebocoran data ini tidak bisa dianggap sederhana karena saat ini terjadi penurunan kepercayaan yang sangat tajam terhadap Pemilu 2024 terutama menyangkut netralitas penyelenggaraannya.
“Mulai dari kasus presiden yang berubah-ubah statement-nya dari ‘tidak akan cawe-cawe’ sampai ‘akan cawe-cawe’, diubahnya aturan capres/cawapres melalui ‘pemaksaan’ keputusan MK yang sampai-sampai diplesetkan menjadi ‘Mahkamah Keluarga’ sampai kepada PKPU yang seharusnya diubah dulu sebelum menerima pendaftaran capres/cawapres namun tetap diterima meski DPR masih dalam kondisi reses dan baru diberlakukan sesudahnya,” jelas dia.
Menurutnya, hal tersebut merupakan faktor non-teknis yang akan sangat berpengaruh terhadap faktor teknis peretasan 204 juta DPT saat ini. Oleh karena itu, kata dia, kasus bocornya data ini sama sekali tidak bisa dipandang sederhana dan dianggap sepele.
“Apabila hal sejenis terjadi pada saat pengumuman hasil Pemilu 2024, maka bisa dibayangkan bagaimana kacaunya/chaos situasi yang akan terjadi.
Meski kasus yang sama pernah terjadi 20 tahun silam (tepatnya di Pemilu 2004 dimana saat itu situs KPU diretas dan nama-nama partai diubah menjadi Partai Jambu, Partai Pisang dan sebagainya) kondisinya akan bisa sangat berbeda bila terjadi tahun depan,” ujar dia.
Roy Suryo mengatakan kasus ini harus ditangani dengan sangat serius sampai benar-benar dapat menemukan titik kebocorannya dan melakukan tidak hanya audit internal tetapi eksekusi atas petugas yang lalai atau titik lemah yang membuat Jimbo dapat melakukan hacking sebelumnya.
Sementara itu, KPU memastikan kini sistem informasi lembaganya sudah dalam keadaan aman. "Sampai saat ini, rekan-rekan, pemilih Indonesia masih bisa mengakses website SIDALIH untuk cek DPT online.
Masih bisa. Cek DPT online masih berfungsi dengan baik," ucap Ketua Divisi Teknis KPU Idham Holik, Rabu (29/11/2023). Idhan mengatakan Divisi Data dan Informasi KPU sudah berkoordinasi dengan BSSN dan Mabes Polri untuk mengatasi permasalahan tersebut.
"Divisi data dan informasi KPU sedang melakukan pengecekan data bersama BSSN sedang melakukan digital tracing terhadap informasi yang disampaikan tersebut," katanya
Sumber: tvOne