Uang Judi Online Capai Rp200 Triliun: Emak-emak Rungkad, Keuangan Negara Ambyar

Uang Judi Online Capai Rp200 Triliun: Emak-emak Rungkad, Keuangan Negara Ambyar

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  - Baru-baru ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa nilai transaksi judi online di Indonesia mencapai hampir Rp 200 triliun. 

Dengan jumlah uang sebesar itu, dapat diartikan bahwa ada jutaan penduduk Indonesia yang terlibat dalam kegiatan judi online. Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, mengonfirmasi mengenai perkembangan ini dan mengakui bahwa mengatasi masalah ini menjadi tantangan yang sulit bagi pemerintah. Lantas apa saja dampak dari peredaran uang judi online 200 triliun terhadap negara? Simak ulasannya berikut ini.

Besarnya transaksi judi online ini memiliki dampak signifikan terhadap perekonomian negara. Uang yang seharusnya digunakan untuk berbagai keperluan, seperti pembangunan lapangan kerja atau dukungan terhadap sektor pertanian, akhirnya menjadi sia-sia.

Bahkan, daya rusak judi online juga merambah ke anak-anak hingga ibu rumah tangga. Parahnya, keuangan negara juga terganggu karena pemasukan melalui pajak tidak terserap maksimal akibat aktivitas ilegal.


Selain berdampak pada negara, efek dari judi online juga tidak bisa diabaikan pada tingkat individu, terutama dalam hal pendapatan keluarga.  

PPATK mencatat peningkatan drastis dalam penyebaran uang melalui transaksi judi online. Pada tahun 2021, jumlahnya mencapai Rp57 triliun, dan melonjak secara signifikan pada tahun 2022 menjadi Rp81 triliun. Tak terkecuali dari berbagai lapisan masyarakat, pelakunya bervariasi mulai dari ibu rumah tangga hingga anak-anak SD.


Dampak dari judi online juga dirasakan oleh banyak rumah tangga, yang akhirnya menghadapi masalah serius. Pasalnya, pendapatan yang seharusnya mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari justru tergerus habis oleh kegiatan judi online.

Secara terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, menyatakan bahwa transaksi judi online ini memiliki dampak serius pada pemasukan negara.

Bhima menjelaskan bahwa fenomena ini juga disebut sebagai "underground economy," yang mana potensi pajak dari aktivitas ekonomi hilang karena aktivitas ilegal.


Seiring berjalannya waktu, pendapatan keluarga cenderung menurun karena uang yang seharusnya diinvestasikan atau disimpan digunakan untuk berjudi online. Dalam kondisi yang mendesak, para pemain judi sering kali mencari pinjaman dengan mudah dan cepat, termasuk melalui pinjaman online ilegal.

Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, penting bagi pemerintah untuk bekerja sama dengan Financial Action Task Force (FATF) dalam upaya mencegah transaksi judi online lintas negara. 

Sebagai informasi, FATF adalah sebuah organisasi internasional yang dibentuk oleh negara-negara G-7 pada tahun 1989 dengan tujuan utama untuk mengembangkan sistem dan infrastruktur yang dapat mencegah dan mengatasi praktik pencucian uang.


Seiring berjalannya waktu, FATF juga memfokuskan perhatiannya pada pencegahan pendanaan terorisme dan penyebaran senjata pemusnah massal.

Sumber: suara
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita