GELORA.CO - Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Muhamad Hatta memenuhi panggilan Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat Sore (13/10/2023).
Mengenakan baju kotak kotak, dengan memakai topi dan masker, Hatta langsung jalan masuk ke lobby KPK dan naik ke lantai dua tempat ruang penyidik KPK.
Muhamad Hatta merupakan satu dari tiga orang yang telah di tetapkan sebagai tersangka dalam karena diduga bersama-bersama menyalahgunakan kekuasaan dengan memaksa memberikan sesuatu untuk proses lelang jabatan di lingkungan Kementerian Pertanian.
Ketiganya diduga juga ikut serta dalam proyek pengadaan barang dan jasa disertai penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementan.
Ketiganya diduga telah menerima sejumlah keuntungan atas perbuatan korupsinya.
Ketiganya yakni mantan menteri pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono (KS).
"Kemudian, berproses sehingga diperoleh kecukupan alat bukti untuk dinaikkan ke tahap penyidikan dengan menetapkan tersangka sebagai berikut, SYL Menteri Pertanian periode 2019-2024, KS Sekjen Kementan, MH Direktur Alat dan Mesin Pertanian," kata Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak saat menggelar konpers di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (11/10/2023).
Sebelumnya, KPK resmi menangkap Syahrul Yasin Limpo di sebuah apartemen di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Syahrul Yasin Limpo tiba di Gedung Merah Putih KPK dalam kondisi diborgol pada Kamis (12/10) sekitar pukul 19.16 WIB.
Ketika tiba di Gedung Merah Putih KPK, Syahrul Yasin Limpo dikawal petugas kepolisian dengan senjata laras panjang dan menggunakan tiga mobil hitam jenis Innova.
Sejak ditangkap, Komisi Antirasuah masih memeriksa Syahrul Yasin Limpo hingga berita ini ditulis. Awak media masih menunggu hasil pemeriksaan KPK dan kelanjutan nasib mantan Mentan tersebut.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, Rabu (11/10), menerangkan bahwa perkara ini bermula dari Syahrul Yasin Limpo melantik Kasdi Subagyono sebagai Sekjen Kementan dan Muhammad Hatta sebagai Direktur Alat dan Mesin Kementan.
"SYL kemudian membuat kebijakan personal kaitan ada pungutan dan setoran dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi termasuk keluarga," ujarnya.
Atas perintah SYL, Kasdi dan Muhammad Hatta menugaskan bawahannya untuk memungut uang dari di lingkup pejabat eselon 1 dan eselon 2 di Kementan. "SYL menugaskan KS dan MH melakukan penarikan dari unit eselon 1 dan 2 dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank, pemberian barang dan jasa. Dari realisasi Kementan yang sudah di-mark up dari vendor di Kementan," jelasnya.
Johanis kemudian menjelaskan bahwa besar uang yang dikumpulkan rutin setiap bulan menggunakan pecahan mata uang asing berkisar USD4.000 (sekitar Rp62 juta) sampai dengan USD10.000 (sekitar Rp156 juta).
Penggunaan uang oleh SYL juga diketahui oleh Kasdi dan Hatta antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL.
"Sejauh ini uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sekitar Rp13,9 miliar dan penelusuran lebih mendalam masih terus dilakukan oleh tim penyidik," tambah Johanis.
Atas tindakan tersebut, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sumber: tvOne