GELORA.CO -Kaesang Pangarep selaku Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) buka suara menanggapi hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin terkait uji materi terhadap Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tentang batas usia minimal bagi capres dan cawapres.
Kaesang mengungkapkan bahwa pemimpin tidak harus menjadi capres dan cawapres. Melainkan dapat menjadi pemimpin dalam bentuk apapun dalam sebuah organisasi.
"Ya saya rasa pemimpin ga harus, menurut saya, jadi capres ataupun cawapres. Kita kan bisa menjadi pemimpin dalam bentuk apapun, dalam organisasi semua kan bisa sebenarnya," ujar ketua umum PSI tersebut saat ditemui di Jakarta, Senin (16/10/23) dikutip melalui ANTARA.
Kaesang mengatakan bahwa sepertinya anak muda masih butuh waktu yang lama untuk dapat menjadi pemimpin tertinggi di Indonesia.
"Ya perlahan lah karena tadi ditolak. Tapi kita lihat saja mungkin lima atau sepuluh tahun ke depan anak muda jauh lebih diterima untuk menjadi seorang pemimpin di Indonesia," kata kaesang.
Walaupun begitu, Kaesang menegaskan bahwa PSI akan terus memberikan kesempatan bagi anak muda yang ingin menjadi seorang pemimpin atau ketua baik di tingkat DPP, DPD dan sebagainya.
"Ketua DPW (PSI) di Sulut juga dari umur 23 atau 24 jadi ketua DPW, mau bagaimanapun kita terbuka untuk seluruh anak muda yang ingin bergabung dengan PSI dan kami akan selalu memberikan kesempatan buat mereka," imbuhnya.
Usai hasil putusan MK tersebut, Kaesang belum dapat memastikan apakah akan terus memperjuangkan tentang batasan usia capres-cawapres.
Menurut dirinya, PSI lebih memilih untuk fokus merumuskan rancangan undang-undang (RUU) apa saja yang harus menjadi hal utama yang akan dibahas bagi DPR RI.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," tutur Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan/ketetapan di Gedung MK RI, Jakarta.
Hal tersebut diajukan oleh Wali Kota Bukittinggi, Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan, Pandu Kesuma Dewangsa.
Dalam surat gugatannya, mereka juga memohon usia capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Mahkamah berkesimpulan bahwa inti permohonan yang diajukan para pemohon tidak memiliki alasan menurut hukum untuk seluruhnya.
"Pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk keseluruhannya," ungkap Anwar saat membacakan konklusi.
Selanjutnya, mahkamah berpendapat pemberian pemaknaan baru terhadap Pasal 169 huruf (q) UU Pemilu sebagaimana permohonan para pemohon dalam petitumnya akan menyebabkan kontradiksi.
Hal itu karena dapat melarang seseorang yang belum berusia 40 tahun untuk dicalonkan sebagai capres atau cawapres, sekaligus membolehkan seseorang yang berusia di bawah 40 tahun selama memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
"Menurut mahkamah, ketentuan Pasal 169 huruf (q) UU 7 Tahun 2017 (UU Pemilu) ternyata tidak bertentangan dengan perlakuan yang adil dan diskriminatif," ujar Hakim Konstitusi, Saldi Isra Ketika membacakan pertimbangan mahkamah.
Dalam hal itu, terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari dua hakim konstitusi, yakni Suhartoyo dan M. Guntur Hamzah atas putusan tersebut.
Sumber: jawapos