GELORA.CO - Gaduh soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia minimal calon Presiden dan calon wakil Presiden (Capres-Cawapres), mendapat kritik dari Rocky Gerung.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian perkara 90/PUU-XXI/2023. Di mana, seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden.
Polemik ini tak terlepas dari nama Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka yang mencuri perhatian publik, lantaran sangat santer diisukan sebagai calon kuat Cawapres mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Bahkan Putra sulung Presiden Jokowi ini telah mendapatkan dukungan dari para relawan hingga pengurus cabang dari Partai Gerindra.
Gibran pun dikait-kaitkan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal putusan gugatan syarat usia Capres-Cawapres.
Menyikapi hasil putusan MK, pengamat politik Rocky Gerung secara blak-blakan mengatakan bahwa tidak ada yang bisa membuat kita percaya bahwa MK mendalilkan keputusan tersebut berdasarkan 'kemerdekaan' hakim. "Jadi selama 1 bulan kita bertanya, apa yang terjadi dengan keputusan yang tertunda itu?" tuturnya dilansir Youtube Rocky Gerung Official.
Rocky mengatakan kalau satu-satunya cara memahami ini semua adalah dengan memakai adagium atau pepatah lama. "Orang Yunani bilang,' di dalam penundaan, ada perencanaan kejahatan, itu kira mesti kita pastikan hari ini," ungkapnya.
"Sebetulnya publik lebih dahulu memerosotkan marwah dari Mahkamah Konstitusi, dengan kata lain keputusan MK itu jadi semacam pembusukan yang paling sempurna dari institusi hukum kita," tambahnya.
Lanjut Rocky turut menanggapi soal jika kemudian ada skenario Presiden Jokowi ingin meninggalkan legacy yang bagus, dan tak akan menggunakan peluang tersebut untuk Gibran menjadi Cawapres. "Tapi tetap itu bagian rencana busuk, kan yang terjadi Mahkamah sudah mengkhianati prinsip dia sebagai the guardian of the constitution," ujarnya.
Rocky Gerung.
Meski Gibran menolak, Rocky menyatakan kalau tetap masyarakat sudah menganggap ini adalah permainan. "Jadi dua kali bermain, dua kali dungu, dua kali di-prank, kan esensinya begitu, jadi tetap apapun yang diucapkan,' oh iya terima kasih tapi saya menolak,' tetapi sudah terjadi kerusakan di Mahkamah Konstitusi," jelasnya.
"Walaupun Mahkamah akan bilang,'ya kami kan punya hak untuk membatalkan konstitusi itu dengan dalil apapun," sambungnya.
Tetapi pembatalan itu hanya dimaksudnya untuk kepentingan secara khusus dan khas kepada seseorang, tak lain adalah Gibran Rakabuming.
"Yang adalah anak Presiden kan, jadi kita tetap akan dicatat di dalam sejarah konstitusi bahwa Mahkamah ini pernah atau bahkan berkali-kali menjadi alat doang dari kekuasaan, atau instrumen dari sang Presiden," pungkasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia mengabulkan sebagian permohonan gugatan uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres). Gugatan yang dilayangkan oleh Almas Tsaqib Birru Re A teregister dengan nomor 55/PPU-XXI/2023.
Gugatan yang dikabulkan sebagian tersebut dalam petitum ingin mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah. “Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK, Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin, (16/10/2023).
"Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, ‘berusia paling rendah 40 tahun’ bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah," sambung dia.
Sehingga, Pasal 169 huruf q undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum selengkapnya berbunyi ‘berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
Sumber: tvOne