Putusan "Martabak Solo" MK

Putusan "Martabak Solo" MK

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Perkara uji materiil norma batas usia minimum calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK) ternyata memang diperuntukan bagi putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.

Pasalnya, pemohon Perkara Nomor 90/PUU-XXI-2023 merupakan Mahasiswa Universitas Negeri Surakarta (UNSA) yang mengaku sebagai pengagum Gibran, ialah Almas Tsaqibirru Re A.




Gibran bukan apa-apa sebelum terjun ke dunia politik, karena hanya berjualan martabak di Kota Surakarta yang dikenal dengan nama populer Kota Solo sejak tahun 2015. Dia memberikan merk barang dagangannya dengan "Markobar" atau singkatan dari Martabak Kota Barat".

Gibran mengklaim usahanya itu dirintis dari nol, alias tanpa bantuan bapaknya yang saat itu sudah menjadi Presiden ketujuh RI hasil Pilpres 2014 berpasangan dengan politisi senior Partai Golkar Jusuf Kalla, melawan pasangan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketua Umum PAN periode 2010-2015 Hatta Rajasa.

Dalam dokumen Permohonan Perkara Almas yang memberikan kuasa kepada Perkumpulan Bantuan Hukum Peduli Keadilan, berkantor di Jalan Alun-alun Utara No. 1 (Bangsal Patalon), Surakarta, Jawa Tengah, dinyatakan bahwa terdapat dugaan pelanggaran konstitusional dalam pemberlakuan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang mengatur tentang batas usia minimum capres-cawapres adalah 40 tahun.

Terdapat lima kuasa hukum pembela Almas yang merasa dirugikan dengan pemberlakuan pasal a quo, karena dirinya sebagai pemilih tidak dapat memilih sosok Gibran yang dia kagumi dalam Pilpres 2024 mendatang.

Almas diketahui merupakan Mahasiswa Fakultas Hukum UNSA yang baru berumur 23 tahun, karena dia lahir di Surakarta pada tanggal 16 Mei 2000, dan merupakan warga Kelurahan Jebres, Surakarta. Artinya dia asli warga Solo yang dipimpin Gibran yang sudah menjabat hampir 3 tahun sebagai walikota.

Kepincut usaha anak Jokowi Jadi Kepala Daerah

Dalam dokumen permohonan perkaranya, Almas memandang Gibran sebagai tokoh inspiratif dalam pemerintahan di era sekarang. Dia menganggap Gibran sukses menjabat sebagai Walikota Solo.

"Hal ini jelas bahwa di dalam masa pemerintahan Gibran Rakabuming tersebut pertumbuhan ekonomi di Solo naik hingga 6,25 persen, yang dimana saat awal ia menjabat sebagai walikota, pertumbuhan ekonomi di Solo minus 1,74 persen," tulis Almas dalam dokumen permohonannya yang dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Senin malam (16/10).

"Bahwa pertumbuhan ekonomi di Surakarta melebihi dua kota besar yaitu Yogyakarta dan Semarang. Seperti yang kita tahu, bahwasanya Solo bukanlah Ibu Kota Provinsi seperti Jawa Tengah maupun Yogyakarta, dan Solo hanya kota kecil yang memiliki wilayah geografis berukuran kurang lebih 44 km," sambungnya memaparkan.

Karena kinerja Gibran yang dipaparkannya tersebut, Almas mengaku terinspirasi menjadi pemimpin bangsa dan negara Indonesia di masa mendatang. Dalam arti, dia ingin menjadi Presiden atau Wakil Presiden. Karena itu, dia merasa dirugikan dengan pemberlakuan syarat batas usia minimum capres-cawapres 40 tahun, karena dia merasa memiliki hak untuk memilih maupun dipilih yang dia tegaskan dengan mengajukan batu uji konstitusional dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945.

Dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi: "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya".

Sementara, Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 berbunyi: "Setiap orang berhak atas pengakuan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum".

Sedangkan bunyi 28D ayat (3) UUD 1945 adalah: "Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan".

Karena itu, Almas juga memastikan Gibran yang dia anggap berprestasi memerintah Kota Solo dirugikan. Karena, dia kembali menunjukkan kesuksesan "Putra Mahkota" Presiden Jokowi mengembangkan sektor pariwisata di kota kelahirannya, sebagai bukti kelayakan memimpin di tingkat nasional.

"Bahwa Walikota Solo telah berhasil membuat Kota Solo semakin maju dalam hal pariwisata. Dinas Pariwisata Solo mencatat jumlah wisatawan meningkat tiga kali lipat, dalam hal ini pembangunan destinasi yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan juga peningkatan pariwisata domestik maupun mancanegara yang naik sebesar 5 persen dari tahun ke tahun," paparnya.

Bukti klaim kesuksesan Gibran sebagai Walikota Solo yang dipaparkan tersebut, diperkuat Almas dengan menyajikan data Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai perekonomian Surakarta berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku (ADHB) mencapai Rp 55.964,8 miliar atas dasar harga konstan (ADHK) 2010 mencapai Rp 38.475,9 miliar.

Dari data tersebut, Almas juga memaparkan dampaknya terhadap perekonomian Surakarta pada tahun 2022 tumbuh positif sebesar 6,25 persen atau lebih tinggi dari capaian tahun 2021 yang tumbuh 4,01 persen.

Sementara dari sisi produksi, Almas mendapati BPS mencatat pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan yaitu sebesar Rp 131,39 persen. Sedangkan dari sisi pengeluaran, kenaikan tertinggi dicatat oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nonprofit yang melayani rumah tangga yaitu sebesar 5,85 persen.

"Secara struktur, Lapangan Usaha Konstruksi mendominasi struktur ekonomi Kota Surakarta pada tahun 2022 dengan kontribusi sebesar 25,94 persen, sedangkan dari sisi pengeluaran didominasi oleh Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dengan kontribusi sebesar 64,29 persen," jelasnya.

"Bahwa hal tersebut lah yang membuat Pemohon kagum dengan sosok Walikota Surakarta yang bisa membuat pencapaian kota berukuran kurang lebih 44 km itu bersanding dengan ibu kota provinsi seperti Semarang dan Yogyakarta, dan bahkan Gibran Rakabuming yang masih berusia 35 tahun sudah bisa membangun dan memajukan Kota Surakarta dengan kejuruan, integritas moral dan taat serta patuh mengabdi kepada kepentingan rakyat," demikian Almas memuja muji Gibran.

Gugatan baru diajukan Bulan Agustus

Gugatan perkara pengujian norma batas usia minimum capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang diajukan Almas, ternyata terbilang singkat diuji oleh MK, jika dibandingkan dengan 3 perkara lain yang pokok permohonannya hampir serupa tetapi ditolak oleh Mahkamah.

Sebut saja Perkara Nomor 29/PPU-XXI/2023 dengan pemohon Dedek Prayudi yang mewakili Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang kini dipimpin oleh putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, melayangkan permohonan gugatan ke MK pada 9 Maret 2023.

Selain itu, jika dibandingkan dengan perkara yang diajukan elite Partai Garuda yaitu sang ketua umum Ahmad Ridha Sabana dan Yohanna Murtika, gugatan Almas juga terbilang belakangan. Karena, gugatan yang diregistrasi dengan nomor 51/PUU-XXI/2023 yang diajukan Partai Garuda dilayangkan pada 2 Mei 2023.

Sementara, gugatan 5 kepala daerah yang di antaranya Erman Safar menjabat Walikota Bukittinggi periode 2021-2024; Pandu Kesuma Dewangsa menjabat Wakil Bupati Lampung Selatan; Emil Dardak menjabat Wakil Gubernur Jawa Timur; Ahmad Muhdlor menjabat Bupati Sidoarjo; dan Muhammad Albarraa menjabat Wakil Bupati Mojokerto, diajukan lebih awal dari gugatan Almas, yaitu 5 Mei 2023.

Almas sendiri, tercatat mengajukan gugatan pada 3 Agustus 2023, yang artinya terlambat sekitar 3 hingga 5 bulan dari perkara yang diajukan PSI, Partai Garuda, dan juga 5 kepala daerah.

Namun, MK justru mengabulkan permohonan Almas ketimbang permohonan PSI, Partai Garuda dan juga 5 kepala daerah, dengan menyatakan dalil permohonan mahasiswa UNSA yang ternyata putra kandung dari Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman itu beralasan menurut hukum.

Ibarat membuat martabak, MK hanya butuh sekejap mengubah norma dalam sebuah UU untuk bisa segera diterapkan dalam pelaksanaan Pilpres 2024, yang tahapan awalnya akan dilakukan pendaftaran capres-cawapres pada 3 hari ke depan, atau pada Kamis, 19 Oktober 2023.

Terbukti, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menindaklanjuti putusan MK tersebut dengan memastikan norma teknis yang diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) 19/2023 tentang Pencalonan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dilakukan penyesuaian, dalam arti dilakukan revisi dari semula hanya memuat syarat 40 tahun menjadi ditambahkan frasa pengecualian.

Frasa pengecualian dimaksud, dituangkan MK dalam amar putusannya yang dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan Perkara di Ruang Sidang Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin sore (16/10), adalah sebagai berikut: Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi: "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah".

Jadi, apakah putusan MK ini merupakan Putusan "Martabak Solo"? 

Sumber: RMOL
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita