OLEH: ANDRE VINCENT WENAS
PARTAI politik milenial yang membingungkan parpol lain. Ya wajar saja. Fakta politiknya Kaesang Pangarep sudah jadi ketua umum PSI. Mau kasih komentar apa pun, faktanya tak akan berubah. Dan realitas politik di PSI ini yang bakal mewarnai peta politik Indonesia sejak 2023 ini dan seterusnya. Fakta ini nampaknya tak terbantahkan.
Hampir semua komentar berparadigma parpol konvensional. Bahwa “proses kaderisasi” di PSI ini nggak jalan. Terhadap hal ini Kaesang dan para petinggi PSI pun menjawab enteng: Ya kami siap salah, mohon nasehatnya! Lalu mereka move on dengan langkah-langkah selanjutnya.
Tapi tak lama kemudian PSI malah memperkenalkan beberapa anak muda yang baru login (istilah di PSI untuk kader yang baru masuk). Plus sekitar 13 ribu lebih kader yang baru masuk setelah Kaesang didapuk jadi ketum.
Pengamat politik dari Indo Barometer M.Qodari berpandangan lain, dia bilang PSI ini seperti perusahaan start-up. Penuh inovasi. Pendeknya dianggap nyeleneh dan berani. Sulit dipahami karena memang tak ada contohnya. Dua hari jadi anggota lalu didapuk jadi ketum parpol, ya bisa dan boleh saja di PSI. Di parpol lain itu hal yang mustahil.
Nampaknya PSI membaca realitas politiknya dengan jujur. Tidak terbelenggu dengan paradigma maupun apa kata orang lain. Seminggu jadi ketum sudah bikin jagad perpolitikan nasional geger.
Padahal Kaesang bilang santai dan santuy saja. Rupanya santai dan santuy itu dalam hal interaksi dengan parpol lain atau sesama politisi. Artinya jangan tegang-tegang, nggak usah saling caci dan mencela, jangan memfitnah, tak usah tebar hoaks dan sejenisnya. Hubungan itu yang asik-asik saja, yang santai dan santuy.
Ini kosa kata baru dalam bahasa perpolitikan kita. Berpolitik secara santai dan santuy. Tapi dalam kerja politiknya, yang tidak siap bisa terpontal-pontal mengikutinya. Ribuan kader baru, yang mau jadi anggota maupun yang jadi caleg berdatangan menawarkan diri.
Lalu soal RUU Perampasan Aset yang diperjuangkan PSI, Kaesang sadar prosesnya di DPR yang sekarang itu bakal panjang. Maka dengan tersenyum dia bilang akan “merampas” aset kader PSI yang korupsi! Dan kader PSI yang korupsi bakal “disembelih”.
Ini tentu mesti dibaca sebagai bentuk metafora, tapi intinya mau menegaskan sikap PSI yang tegas-tegas menolak praktek korupsi, dan semangat ini dimulai dari internal partai yang ia pimpin. Jangan coba main-main dalam hal ini. Caleg mantan napi korupsi pun tidak ada di PSI.
Cibiran pun datang dari mereka yang sinis maupun cemburu. Kata orang, sebetulnya mereka iri dengan pergerakan PSI akhir-akhir ini. Tapi terhadap itu semua, PSI enteng saja menjawab: kami siap salah, mohon dimaafkan, dan mohon nasehatnya. Lalu mereka move on.
Ya, bergerak terus, bukannya jadi sakit hati dan berdebat atau mencari pembenaran terhadap perilaku politik (political behavior) yang membingungkan parpol-parpol konvensional itu.
Bukan hanya move on, tapi juga hati tetap gembira. Ceria dan santai serta santuy saja. Politik di tangan anak-anak muda ini jadi renyah dan mudah dicerna.
Dan, ini yang penting, jadi banyak yang kepingin login.
(Penulis adalah Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Perspektif (LKSP) Jakarta)