GELORA.CO - Bentrok maut yang menewaskan pedemo di Desa Bangkal, Seruyan, Kalimantan Tengah akhirnya sampai ke DPR RI.
Konflik antara polisi dengan demonstran di wilayah PT Hamparan Masawit Bangun Persada (PT HMBP) terjadi pada Sabtu (7/10).
Anggota Komisi Hukum Rudi Mas’ud melihat kasus tewasnya warga adat itu sebagai pelanggaran HAM berat.
“Kasus ini tentu juga menjadi pelanggaran HAM, tentu pelanggaran HAM berat karena mengakibatkan nyawa demonstrasi ini hilang karena menuntut hak haknya,” kata Rudi kepada apahabar.com, Jakarta, Senin (9/10).
Bentrok terjadi saat warga menggelar demo berhari-hari guna menuntut hak pada perusahaan perkebunan sawit PT HMBP. Warga menuntut plasma sawit dan area lahan di luar HGU PT HMBP sejak 16 September lalu. Rudy mendesak kepolda Kalimantan tengah mengusut tuntas pelaku penembakan.
“Demonstrasi diselimuti kematian yang diduga tembakan dari aparat ini, harus diusut tuntas, tidak boleh tidak,” tegasnya.
Jika menembaknya itu adalah perintah, sahut dia, maka komandan yang memerintah harus ditindak. "Jangan anak buah saja, enggak ada anak buah yang salah, yang salah itu komandannya,” sambungnya.
Kasus penembakan aparat ke warga Seruyan menelan satu orang korban jiwa. Dua korban lainnya terpaksa dirujuk ke Banjarmasin.
Warga Seruyan yang tewas bernama Gijik, berusia 35 tahun. Korban merupakan satu dari puluhan peserta demo yang telah berlangsung selama 23 hari. Dalam bentrokan ini polisi juga menangkap 10 orang dan membawanya ke Batalion Brimob di Sampit, Kotawaringin Timur.
Bentrokan berawal dari warga Seruyan menuntut PT HMBP I menjalankan kewajiban memberikan kebun plasma sebanyak 20 persen untuk kepentingan hidup masyarakat adat.
Sementara perusahaan tersebut menolak dan hanya akan memberikan lahan seluas 235 hektar untuk masyarakat, sementara warga meminta 443 ha untuk dikelola masyarakat.
Perdebatan anatara warga dan perusahaan tersebut telah terjadi selama puluhan tahun dan tidak juga terselesaikan hingga kini.
Sumber: apahabar