GELORA.CO - Setelah presiden Jokowi menyampaikan pernyataan di acara relawan pendukungnya soal informasi yang dia terima dari BIN, BAIS dan lain lain, maka seharusnya presiden Jokowi memimpin Indonesia dengan kebijakan yang baik dan benar! Kalau bener apa yang disampaikan oleh presiden Jokowi soal serapan informasi dari intelijen, maka sulit bertindak bener?
Kemarin (4/10) Presiden Joko Widodo (Jokowi) ingin Indonesia tak hanya menjadi konsumen tetapi harus menjadi produsen. Pasalnya, ia tak mau Indonesia dijajah di era modern dengan masifnya barang impor di e-commerce. Pertanyaannya selama 10 tahun ini kemana aja?
"Tapi kok kenapa kebijakan pemerintahan Jokowi kontradiktif (berbanding terbalik) dari yang seharusnya dia lakukan, bila presiden Jokowi dibekali asupan informasi dari BIN, BAIS dll itu? Apakah dibaca atau dipelajari terkait informasi BIN, BAIS dll itu? Atau malah di-diamkan alias di-letakin/ tumpuk saja!," tanya pengamat politik Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA), Samuel F. Silaen kepada wartawan di Jakarta (5/10).
"Sebetulnya tidak sulit bagi presiden untuk mengakses semua informasi yang beredar dan yang berkembang dilapangan baik yang kelihatan dan tidak kelihatan. Tapi kenapa bangsa ini makin terpuruk oleh karena kebijakan pemerintah itu sendiri? Alih-alih bertanya kepada rakyat? Wong kebijakan dan regulasinya datang dari pemerintah kok!," ungkap pengamat politik itu terheran-heran.
"Sangat disayangkan, contohnya tingkat korupsi di periode kedua Jokowi ini makin menggila dan masif, boleh dikatakan hampir- hampir tidak terkendali lagi. Seolah-olah negara ini bergerak atau berjalan seperti autopilot? Kebijakan pemerintah itu jauh dari keberpihakan terhadap rakyat Indonesia, kecuali hanya dibibir saja atau diatas kertas tok," sebut mantan fungsionaris DPP KNPI itu.
"Mungkinkah informasi asupan dari BIN, BAIS itu keliru disimpulkan oleh anak buahnya presiden Jokowi? Atau informasi itu sengaja diabaikan karena dianggap enteng atau kecil? Yang kecil bila dilakukan pembiaran maka dia akan menjadi besar karena sudah menumpuk. Ini masih serba- serbi buat publik yang membaca informasi yang disampaikan oleh presiden Jokowi tersebut," beber Silaen.
"Mengapa pembantu- pembantu Jokowi over acting dihadapan rakyatnya, padahal pejabat- pejabat negara itu sudah diberikan fasilitas yang lebih dari cukup, berbeda dengan rakyat kecil yang hari hari berjibaku dengan panas hujan teriknya matahari, demi mendapatkan uang buat makan dengan pendapatan pas- pasan," kritik Silaen.
"Keterlaluan sekali pejabat negara sekarang ini, dia pikir hanya dia yang bisa lakukan itu, jika bukan dia yang lakukan maka tidak akan jalan, ada semacam begitu 'perangai' oknum-oknum pejabat negara sekarang ini. Seolah-olah dia saja paling pintar atau paling hebat dan yang lain itu tidak," kritik alumni Lemhanas Pemuda 2009 itu.
"Kalau membangun bangsa Indonesia ini lewat hutang dan membayar pakai jual harta warisan kekayaan bangsa Indonesia, maka anak SD pun bisa saja lakukan itu. Tak perlu diajari menurut hemat saya. Semua orang pasti bisa melakukan itu apalagi ada jaminan APBN untuk berhutang, cobalah berikan kesempatan kepada rakyat mengantikan posisinya pejabat- pejabat negara itu," beber Silaen.
Jadi Silaen ragu apa yang disampaikan oleh presiden Jokowi soal informasi dari 'intelijen' itu. Sebab hal itu seyogyanya digunakan presiden untuk mengurai tingkat korupsi yang dilakukan oleh bawahannya dihampir semua tingkatan birokrasi yang ada. "Bukan malah melakukan pembiaran, lalu melakukan keluh kesah di publik, lalu apa bedanya dengan LSM yang hanya bisa lapor," ucap Silaen.
"Kenapa presiden Jokowi tidak berhasil menekan peredaran narkoba, penyeludupan human trafficking yang terjadi. Lalu apa saja tupoksi intelijen negara Indonesia? Bila warga Amerika diseluruh dunia dipantau oleh negaranya dengan baik sehingga ketika ada ancaman terhadap warga negeranya (USA) dimanapun langsung mengeluarkan travel warning kepada warganya diseluruh dunia," jelas ketua umum organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) itu.
"Bagaimana dengan Indonesia? Data resmi BIN, BAIS itu menyangkut apa saja dan kepentingan apa yang ada didalamnya, tentu saja bukan konsumsi publik, karena hanya diberikan kepada kepala negara yakni presiden Republik Indonesia. Tentunya tidak perlu disampaikan kepada publik apalagi kepada relawan, wong penegak hukum saja belum tentu jalan apalagi kepada relawan," jelas Silaen.
"Seharusnya presiden Jokowi sebagai eksekutif tidak perlu gembar- gembor kesana kemari kalau ada yang menyimpang tinggal 'sikat' saja. Bukan seperti politikus yang masih berjanji A, B dan C. Politisi titip ekseskusi-nya di eksekutif tokh jadi presiden Jokowi bukan 'politikus' yang masih tahapan janji manis, bukan tapi tinggal gasspool, "pungkasnya. []