PDIP Sebut Putusan MK soal Syarat Maju Cawapres Bagian dari Skenario Penguasa

PDIP Sebut Putusan MK soal Syarat Maju Cawapres Bagian dari Skenario Penguasa

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  - Politikus PDIP Masinton Pasaribu menyebut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat maju capres-cawapres tidak murni sebagai putusan yang berdiri sendiri. 
Masinton menyebut putusan MK tersebut bagian dari skenario besar yang dibuat oleh penguasa. 

“Putusan MK adalah bagian dari desain skenario besar atau grand skenario ‘politik pelanggengan kekuasaan’,” kata Masinton, Selasa (17/10/2023). Menurutnya, hasil putusan MK ini berdampak pada munculnya isu penundaan Pemilu 2024. 


Kedua, utak-atik penambahan masa periode jabatan Presiden. Serta memanfaatkan MK sebagai lembaga negara. 

Masinton mengatakan hasil putusan MK terhadap enam materi gugatan yang dilayangkan itu tidak konsisten. 


“Maka kalau kita lihat persidangan MK hari ini (kemarin) ada 6 pengujian judicial review dengan materi gugatan yang hampir sama. Namun putusan MK tidak konsisten dalam putusannya,” ujar Masinton. 

“Bahkan hakim-hakim MK yang menyampaikan dissenting opinion seperti Saldi Isra, yang juga Wakil Ketua MK, mengaku bingung soal adanya penentuan perubahan keputusan MK dengan cepat. Menurutnya, hal tersebut jauh dari batas penalaran yang wajar,” sambung dia.


Putusan MK Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia mengabulkan sebagian permohonan gugatan uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres). Gugatan yang dilayangkan oleh Almas Tsaqib Birru Re A teregister dengan nomor 55/PPU-XXI/2023. 

Gugatan yang dikabulkan sebagian tersebut dalam petitum ingin mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah.

 “Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK, Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin, (16/10/2023). 

"Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, ‘berusia paling rendah 40 tahun’ bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai ‘berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah," sambung dia. 

Sehingga, Pasal 169 huruf q undang-undang nomor 7 tahun 2017  tentang pemilihan umum selengkapnya berbunyi ‘berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah. 

Sumber: tvOne
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita