Luhut Ngaku Telat Bersyahadat...

Luhut Ngaku Telat Bersyahadat...

Gelora News
facebook twitter whatsapp


Oleh: Sudrajat (detikcom)

Punya banyak akal, serba bisa, dan mampu menyelesaikan berbagai persoalan. Demikian salah satu kesimpulan yang bisa dipetik dari kesaksian para sahabat, kolega, dan keluarga terdekatnya tentang sosok Luhut Binsar Pandjaitan. Kesaksian mereka tertuang dalam buku ‘Luhut Binsar Panjaitan Menurut Kita-kita’ karya Peter F. Gontha dan Mahpudi yang diluncurkan pada 28 September 2023.

Buku terbitan Gramedia ini melengkapi buku biografi ‘Luhut” dari adiknya, Kartini Sjahrir. Buku yang ditulis Noorca Massardi itu diterbitkan Penerbit Buku Kompas. Kedua buku tersebut seolah melengkapi informasi tentang Luhut seperti terselip dalam buku ‘Mengawal Integrasi, Mengusung Reformasi’ yang terbit pada 2013.

Saya pribadi pernah dua kali berinteraksi langsung dengan Jenderal Luhut. Pertama saat menemani Pak Ishadi SK dan Wahyu Daniel bertandang ke kantornya terkait urusan CNBC Indonesia pada awal 2018. Lalu pada pertengahan Juli di tahun yang sama mewawancarainya untuk program Blak-blakan. Dia pejabat yang efisien. Tak terlalu suka basa-basi. Menjawab pertanyaan dengan straight, cenderung nyablak khas orang Batak.

Saat mendapati buku ini di Gramedia Pejaten Village, saya tergoda oleh petikan kesaksian Sandiaga S. Uno di sampul belakang. Di situ digambarkan sikap Luhut saat memveto keputusan Prabowo yang begitu saja menyetujui restrukturisasi PT Kiani Kertas di Kalimantan atas saran Sandiaga yang kala itu bersama Rosan P. Roeslani menjadi penasihat keuangan di bawah bendera Recapital.

Sebagai Komisaris, Luhut dan Hendropriyono yang masuk ke ruangan presentasi belakangan langsung merespons dengan suara menggelegar. “Wo…gila lu. Lu kasih mayoritas. Tidak bisa…gua tidak setuju!”. Mendengar penolakan yang mengentak tersebut, Sandiaga mengaku, “saya hampir kencing di celana.” Usulan proyek restrukturisasi tersebut pun gagal.

Untuk diketahui, setelah berhenti dari dunia ketentaraan pada 1998, Prabowo terjun ke dunia bisnis di Yordania dengan skala bisnis besar. Pada 2004 Prabowo mengelola PT Kiani, perusahaan pengolahan kertas dan bubur kertas. Perusahaan yang tengah terlilit kredit macet di Bank Mandiri dibelinya dari Bob Hasan itu atas restu Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Dari 420 halaman buku ini, berisi testimoni dari 79 tokoh. Namun, Prabowo Subianto tak termasuk di dalamnya. Hanay saja saat penyerahan buku di acara ulang tahun ke-76 Luhut, dia mengakui hubungannya dengan mantan atasannya itu ibarat ‘Tom dan Jerry”. Dia sering beda pendapat dengan Luhut, apalagi sama-sama punya karakter keras sebagai bentukan pendidikan militer.

Di Kopassus, keduanya mengikuti pendidikan Antiteror di Greenzschutzgruppe (GSG)-9 tahun 1981 di Jerman Barat. Keduanya lalu sama-sama membentuk Sat-81/Gultor, Luhut menjadi komandan dan Prabowo wakilnya. Tak heran bila Prabowo tetap menganggap Luhut seniornya. “Sandi beliau gajah. Jadi kalau telepon, saya selalu menjawab, ‘Siap gajah muda’,” kata Prabowo.

Lain lagi dengan Letnan Jenderal TNI (Purn) Sintong Panjaitan. Dia yang pernah menjadi komandan Luhut di Kopassus, menyatakan, meski punya nilai cemerlang dan selalu bisa menyelesaikan tugas dengan baik, Luhut tidak pernah diberi jabatan bergengsi. Tidak pernah menjadi Dan Kopassus maupun Pangdam. Jabatan teritorial yang pernah diembannya cuma Danrem di Madiun, 1993-1995. Menurut Sintong hal itu salah satunya karena Luhut sangat dekat dengan Jenderal Benny Moerdani sehingga tak disukai Presiden Soeharto.

Toh begitu, Luhut masih menyimpan obsesi bisa menjadi KSAD. Ketika Sintong memanggilnya dan menawari menjadi Duta Besar untuk Singapura atas persetujuan Presiden BJ Habibie, Luhut menolak. Sintong pun murka. “Hut, jelek kali muka kau!. Sudahlah, kau tidak usah mimpi jadi KSAD. Ini perintah panglima tertinggi,” tegas Sintong dengan jengkel. Sejurus kemudian Luhut menukas, “Siaappp!!!”.

Selepas menjabat dubes, Luhut menjadi Menteri Perindustrian menggantikan Jusuf Kalla di kabinet Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Ketika Gus Dur lengser, Luhut memilih menjadi pengusaha dengan mentor Aburizal Bakrie (Ical). Ketika batal menjadi calon wapres, Ical sempat menyebut nama Luhut sebagai alternatifnya. Luhut pun, menurut kesaksian Letjen TNI (Purn) Sumardi merasa dirinya pantas menjadi wapres. Hanya saja Peter Gontha menyergah. “Tak mungkin lah, Bang. Abang kan bukan orang Jawa, lagi pula Kristen.”

Sumardi mengaku termasuk yang kecewa dengan sikap Luhut yang langsung melempem. Sebagai sohib sesama Akabri 1970 dia menilai kapasitas Luhut sangat layak untuk menjadi wapres. “Kenapa tidak running jadi cawapres,” tanya Sumardi dalam sebuah kesempatan. Dengan berseloroh sohibnya itu menjawab, “Mas, aku ini terlambat mengucapkan syahadat.” Keduanya lantas tergelak.

Toh begitu, di kabinet Presiden Joko Widodo dia menjadi menteri paling dipercaya. Dia mengemban berbagai tugas dan jabatan. Kalau dalam kalimat Yenny Wahid, “Pak Luhut seolah memainkan peran sebagai Mahapatih.”

Sepak terjang Luhut merangkai banyak jaringan politik dan kekuatan ekonomi global bagi kepentingan Republik ini, adalah legacy hebat yang akan ditinggalkannya, laksana Ptih Gajah Mada, yang menyatukan Nusantara. (*)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita