Kisah Masa Kecil Luhut, Pernah Dielus Bung Karno hingga Diseruduk Kerbau hingga Terkapar...

Kisah Masa Kecil Luhut, Pernah Dielus Bung Karno hingga Diseruduk Kerbau hingga Terkapar...

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -  Suatu hari pada 1948, Presiden Sukarno (Bung Karno) berkunjung ke Balige. Mendengar kabar itu, Siti Frida Naiborhu dan adiknya yang ketujuh, Mintaria, bersama ratusan warga lain di kampungnya dengan antusias ikut menyambut. Frida datang sembari menggendong putra sulungnya yang masih bayi, Luhut Binsar Panjaitan.

Mungkin karena terlihat berbeda: gendut, putih, dan aktif sekali, ketika melihatnya, Bung Karno sengaja mendekat ke arah Frida dan mengusap-usap kepala bayi yang digendongnya. "Suatu hari anak ini akan jadi orang besar," kata Bung Karno kemudian.

Nurmala Kartini Pandjaitan Sjahrir mengungkapkan cerita yang didengar dari tantenya, Mintaria, dalam buku bertajuk 'Luhut' yang ditulis Noorca M Massardi. Buku yang ditulis berdasarkan sudut pandang Kartini Sjahrir itu diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas dan diluncurkan pada hari ultah ke-75 Luhut pada 27 September 2022.

Di buku ini, Kartini juga menyampaikan cerita bahwa semasa kecil Luhut pernah ditanduk seekor kerbau sehingga terkapar di tanah. Beruntung, Luhut hanya mengalami luka gores di punggung.

Bagi Luhut pribadi, elusan dan pertemuan dengan Bung Karno itu tak pernah mempengaruhi jalan hidupnya. "Saya sendiri baru mendengar cerita itu setelah dilantik menjadi menteri oleh Presiden Gus Dur," ujarnya datar. Dia dilantik menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada Kamis, 24 Agustus 2000. Luhut menggantikan Jusuf Kalla, yang baru enam bulan menjabat tapi kemudian diberhentikan Gus Dur.

Luhut tak berlebihan saat mengatakan elusan Bung Karno tak mempengaruhi jalan hidupnya, terutama di militer. Pangkatnya naik tertatih-tatih, jabatan yang diembannya tak terlalu strategis, sama sekali tak menggambarkan capaian prestasi akademis dan kompetensi dirinya.

Luhut lulusan terbaik di Angkatan 1970 dan meraih Adhi Makayasa, yang disematkan langsung oleh Presiden Soeharto. Begitupun saat mengikuti pendidikan lanjutan di Kopassus, dia adalah yang terbaik. Dia pernah mengikuti berbagai pelatihan di sekolah-sekolah militer terbaik di AS. Luhut juga meraih gelar master dari George Washington University.

Selepas Operasi Seroja di Timor Timur, dia termasuk yang mendapatkan Bintang Satyalancana Seroja langsung dari Menhankam/Pangab Jenderal M Jusuf di Markas Kopassus, Cijantung. Bintang yang kemudian membawanya kerap diajak serta dalam setiap operasi atau perjalanan dinas sang jenderal.

Bintang itu pulalah yang kemudian membuatnya menjadi salah satu kepercayaan Jenderal LB Moerdani, yang menggantikan Jusuf. Tugas-tugas khusus kerap diberikan Moerdani dan dilaksanakan dengan baik.

Misalnya saja, Luhut pernah ikut terlibat dalam proses perampingan personel Kopassus dari 6.600 menjadi 3.000 orang. Berhasil membentuk Detasemen Antiteror selepas mengikuti pendidikan GSG-9 di Jerman dan Royal Army SAS di Inggris pada 1981.

Tapi semua itu tak membuat Luhut bisa menjadi Danjen Kopassus, Kasdam, Pangdam, KSAD, apalagi Panglima TNI. Sepanjang kariernya, Luhut hanya sekali menjabat komandan operasional. "Itu pun kelas dua, hanya sebagai Komandan Korem 081 di Madiun," kata mantan Danjen Kopassus Letjen Sintong Panjaitan. Toh, di situ, lanjutnya, Luhut terpilih sebagai Danrem terbaik di Indonesia, 1995.

Pangkat bintang satu diraih Luhut saat ia ditunjuk sebagai Wakil Komandan Pusat Persenjataan Infantri (Pussenif), lalu menjadi Komandan Pussenif, 1996-1997, dengan pangkat mayor jenderal. Sebelum pensiun, dia meraih pangkat letnan jenderal saat menjabat Kodiklat TNI-AD, 1997-1998.

Ayahnya, Bonar Pandjaitan sebetulnya berharap Luhut menimba ilmu di kampus terbaik, seperti ITB. Tapi anak lelaki satu-satunya itu justru memilih masuk Akmil di Magelang. Bonar pernah menjadi tentara, sopir bus, hingga pegawai di Caltex. Prestasi sang ayah di Caltex, Riau, mengantarnya kuliah di Cornell University, Amerika Serikat, pada 1957 ke Colombia University.

"Bapak orang Indonesia pertama yang pernah kuliah di Universitas Cornell," kata Luhut. Ayahnya itu meninggal pada 1982 ketika Luhut berpangkat mayor. Mungkin karena kecewa dengan keputusan Luhut masuk Akmil, ketika lulus dengan predikat terbaik dan meraih Adhi Makayasa, cuma ibunya yang mendampingi.

Ihwal pangkat dan jabatannya di dunia militer yang tak secemerlang prestasinya dalam menunaikan tugas, Luhut selalu menyatakan, "That's mysteri of life". Itulah misteri kehidupan! "Kita tidak pernah tahu apa yang digariskan oleh alam untuk kita," ujarnya.

Justru setelah pensiun, Luhut menemukan kariernya yang baru. Atas usul Sintong kepada Presiden BJ Habibie, dia dilantik menjadi Duta Besar RI di Singapura, 1999-2000. Oleh Presiden Gus Dur, dia ditarik dari Singapura untuk menjadi Menteri Perindustrian.

Karier luhut di pemerintahan kiat moncer di era Presiden Jokowi. Dia menjadi Kepala Staf Kepresidenan, Menko Polhukam, lalu Menko Maritim dan Investasi hingga saat ini. Belakangan justru muncul sinisme dari sebagian masyarakat atas banyaknya tugas yang dipercayakan Jokowi kepada Luhut.

Dia lantas dijuluki 'Menteri Segala Urusan' hingga 'Super Menteri'. Tapi secara objektif, hampir semua tugas dikerjakan dengan baik oleh Luhut.

"Kalau boleh jujur, selama karier saya di militer sampai beberapa kali menjadi pejabat publik meskipun tidak dalam waktu yang lama, baru di masa pemerintahan Presiden Jokowi saya mampu mengabdi kepada republik ini secara konkret," tulis Luhut.

Sumber: detikcom
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita