Hakim Saldi Isra Sebut MK Masuk Jebakan Politik Usai Putuskan Usia Capres-Cawapres

Hakim Saldi Isra Sebut MK Masuk Jebakan Politik Usai Putuskan Usia Capres-Cawapres

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -  Hakim konstitusi Saldi Isra menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) masuk jebakan politik usai mengabulkan gugatan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang bersifat open legal policy.

Hal ini dikatakan Saldi saat menyampaikan pertimbangan dissenting opinion atau pendapat berbeda perihal dikabulkannya gugatan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.

"Jika pendekatan dalam memutus perkara sejenis seperti ini terus dilakukan, saya sangat sangat-sangat cemas dan khawatir Mahkamah justru sedang menjebak dirinya sendiri dalam pusaran politik dalam memutus berbagai political questions," kata Saldi dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10/2023).

"Yang pada akhirnya akan meruntuhkan kepercayaan dan legitimasi publik terhadap Mahkamah," sambung dia.

Saldi mengakui MK seringkali memberikan pertimbangan opened legal policy terhadap permasalahan yang tidak diatur secara eksplisit di dalam konstitusi.

Namun, MK tak memutus sendiri dan justru menyerahkan kepada pembentuk undang-undang untuk menentukan keputusan tersebut.

Oleh karena itu, kata dia, MK sudah seharusnya berpegang teguh pada pendekatan tersebut. MK juga perlu untuk tidak memilah-milih mana yang dapat dijadikan opened legal policy dan memutuskannya tanpa argumentasi serta legal reasoning yang jelas.

Jika itu terjadi, Saldi menyebut penentuan opened legal policy oleh MK dikhawatirkan menjadi yurisprudensi 'cherry picking'

"Sebagaimana terlihat dari ketidakkonsistenan pendapat sebagian hakim yang berubah seketika dalam menjawab pokok permasalahan dalam beberapa permohonan yang serupa seperti diuraikan di atas," katanya.

Dalam permohonan a quo, Saldi menegaskan, MK sudah seharusnya menerapkan judicial restraint atau pembatasan yudisial dengan menahan diri tidak masuk dalam kewenangan pembentuk undang-undang dalam menentukan persyaratan batas usia minimum calon presiden dan calon wakil presiden.

Hal ini diperlukan guna menjaga keseimbangan dan penghormatan kepada pembentuk undang-undang dalam konteks separation of powers atau pemisahan kekuasaan negara.

Dalam konteks aturan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden, Saldi menambahkan, pembentuk undang-undang secara eksplisit juga telah menyampaikan keinginan yang serupa dengan para pemohon.

Dengan demikian, perubahan ataupun penambahan terhadap persyaratan bagi calon presiden dan wakil presiden tersebut sudah selayaknya dilakukan melalui mekanisme legislative review yang dimohonkan oleh para pemohon.

"Bukan justru melempar bola panas ini kepada Mahkamah," imbuh dia.

Sebelumnya diberitakan, MK mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Gugatan ini dimohonkan diajukan oleh mahasiswa Universitas Negeri Surakarta Almas Tsaqibbirru Re A.

Dari sembilan hakim konstitusi, enam di antaranya tak setuju atas putusan tersebut. Rinciannya, empat hakim menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda.

Mereka adalah Saldi Isra, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Arief Hidayat.

Dua hakim konstitusi lainnya menyampaikan concurring opinion atau alasan berbeda, yakni Daniel Foekh dan Enny Nurbaningsih.

Sumber: kompas
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita