GELORA.CO -Status Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, sebagai adik ipar Presiden Joko Widodo telah memunculkan banyak kekhawatiran di masyarakat. Hakim MK dikhawatirkan tidak bisa netral dan sarat kepentingan politik.
Menyikapi hal itu, sejumlah pihak melayangkan pengujian syarat hakim konstitusi. Hakim MK dilarang terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan Presiden dan/atau anggota DPR
Gugatan dengan Nomor Register 131/PUU-XXI/2023 itu pada Kamis kemarin (12/10) disidangkan. Pemohon gugatan ini diajukan warga Lebak, Mochamad Adhi Tiawarman
"Hal ini juga untuk mengokohkan kekuasaan kehakiman yang merdeka di Indonesia," kata Kuasa hukum Pemohon, M.Z. Al-Faqih kepada Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (13/10).
Untuk memperkuat argumentasi pemohon, dikemukakan pendapat ahli hukum sebagai penguat dalil permohonan, yaitu pendapat mantan ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan.
Pendapat itu termuat dalam buku berjudul Teori dan Politik Konstitusi halaman 126 yang diterbitkan oleh Penerbit FH UII Press, Yogyakarta, pada tahun 2004.
"Bahwa kekuasaan kehakiman yang merdeka adalah terbebasnya kekuasaan peradilan dari segala bentuk tekanan segala bentuk rasa takut -baik langsung atau tidak langsung- yang menyebabkan putusan hakim tidak lagi didasarkan hukum dan keyakinan hakim untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Apabila tersangkut kepentingan rezim yang berkuasa, putusan hakim tidak bebas (tidak merdeka), melainkan akan selalu berpihak pada kepentingan kekuasaan, tidak mengindahkan hukum dan nilai-nilai kebenaran serta keadilan," demikian bunyi Bagir Manan.
M.Z. Al-Faqih juga mengutip langsung pendapat Anwar Usman yang ditulisnya saat menyelesaikan disertasi S3 di UGM Yogyakarta, yang telah terbit menjadi buku dengan judul Kekuasaan Kehakiman Bentuk dan Relevansinya Bagi Penegak Hukum dan Keadilan di Indonesia, yang diterbitkan PT Rajagrafindo Persada Depok pada tahun 2020 sebagaimana terdapat pada halaman 34 dari buku tersebut.
"Kekuasaan kehakiman yang merdeka, dipersonifikasikan pada diri hakim yang melekat sifat bebas, tidak boleh ada intervensi dari pihak manapun dan oleh siapapun, kecuali dinyatakan dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Tegaknya hukum dan keadilan suatu kasus atau perkara, sangat bergantung dari situasi kebebasan yang dialami oleh hakim yang memutusnya," tulis Anwar Usman.
M.Z. Al-Faqih dalam persidangan menegaskan dengan merujuk pendapat di atas, seorang hakim konstitusi harus terbebas dari hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan pihak yang berkepentingan terhadap objectum litis (objek yang diadili)
Sumber: RMOL