Ahli Sebut Putusan MK Soal Batas Usia Cawapres Lahir dari Cawe-cawe Politik, Benarkah Demi Muluskan Langkah Gibran?

Ahli Sebut Putusan MK Soal Batas Usia Cawapres Lahir dari Cawe-cawe Politik, Benarkah Demi Muluskan Langkah Gibran?

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  - Benarkah ada keanehan dalam putusan MK soal batas usia capres-cawapres? Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan gugatan uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, terkait batas usia capres-cawapres.

 “Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK, Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023). 

Pasal 169 huruf q undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum selengkapnya berbunyi ‘berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah. 

Namun putusan MK ini dianggap memuluskan langkah putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), yakni Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai cawapres di Pilpres 2024 mendampingi Prabowo Subianto. 

Menanggapi hal itu Ahli Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar menilai putusan MK ini merusak wajah Mahkamah Konstitusi itu sendiri.

 "Kok bisa tiba-tiba konflik kepentingan dilanggengkan, kok bisa tiba-tiba konsistensi open legal policy (kebijakan hukum terbuka) berubah, kok tiba-tiba (hakim) yang awalnya konsisten menolak pengalaman tiba-tiba berubah," katanya kepada tvOne, Senin (16/10/2023). 

"Dan kalau dibaca empat dissenting opinion (perbedaan pendapat hakim) itu lebih banyak kemarahan yang memperlihatkan bahwa 'putusan MK ini merusak wajah Mahkamah Konstitusi itu sendiri," tambahnya. 

Bahkan kata Zainal dalam dissenting opinion Hakim Saldi Isra dengan jelas mengatakan putusan MK ini mempertaruhkan marwah MK. "Ini memperlihatkan betapa MK sebenarnya bermain-main. 

Kalau baca lagi dissenting opinion (Hakim) Wahidudin Adams, dia menceritakan bahwa dari sini kelihatan sebenarnya permohonan ini berkaitan dengan indepedensi kekuasaan kehakiman di hadapan politik," tuturnya. 

Menurutnya sangat terlihat jelas jika putusan MK soal usia cawapres ini lahir dari pertarungan politik dan lahir dari cawe-cawe politik. 

Ahli Beberkan Keanehan Putusan MK Awalnya Zainal mengatakan jika MK itu konsisten dengan mengatakan bahwa putusan ini merupakan open legal policy (kebijakan hukum terbuka). 

Kemudian terjadi pelebaran makna ke arah jabatan penyelenggara negara, itu juga menurutnya sedikit bermasalah karena bisa mereduksi yang namanya usia. 

"Memang di putusan akhir ini yang tiba-tiba aneh, dan dugaan saya, bukan sekedar dugaan ya, tolong dibaca baik-baik dissenting opinion," katanya. Menurutnya ada empat perbedaan pendapat hakim yang menarik, mulai dari Hakim Wahidudin Adams, Hakim Saldi Isra, Hakim Arif Hidayat dan Hakim Suhartoyo. 

"Itu sebenarnya bukan menceritakan kelemehan rasio legis dari putusannya, sebenarnya rasio legis dari putusan hari ini, itu nyaris tidak ada, nyaris tidak benar," ujarnya. "Nah di dissenting opinion hari ini sebenarnya yang terjadi pun lebih banyak marah-marah. Jadi tolong dibaca baik-baik," tambahnya. 

Pada dissenting opinion Hakim Saldi Isra dan Hakim Arif Hidayat dijelaskan ada dua gelombang putusan MK.  Putusan pertama, MK mengambil penolakan, namun tiba-tiba ada permohonan baru yang mengubah konstelasi itu.  

"Dan hakim yang dulu konsisten di gelombang permohonan pertama, itu tiba-tiba di gelombang permohonan kedua berubah. Itu permohonan yang dibacakan tadi itukan tertanggalnya, teregistrasinya 13 September itu gelombang terakhir," katanya. 

Dan yang lebih luar biasanya lagi, kata Zainal di putusan yang lain, Ketua MK sebelumnya konsisten tidak ikut dalam memutus perkara, karena Ketua MK Anwar Usman mau menjaga dirinya dari politik kepentingan. 

"Tiba-tiba di putusan terakhir itulah Hakim Anwar Usman masuk, putusan permohonan terakhir itulah yang memention secara langsung nama Gibran, yang lainnya tidak ada yang memention nama Gibran. 

Jadi kok bisa di permohonan lain yang tidak ada nama ponakan (Gibran) Anwar Usman tidak masuk, tapi tiba-tiba di permohonan yang ada nama Gibran, Anwar Usman malah masuk," tuturnya.  

"Bahkan kalau kita lihat kronologinya itu diceritakan oleh (Hakim) Arif Hidayat tiba-tiba ada permohonan baru masuk dan permohonan inilah yang mengubah pendapat hakim yang awalnya keukeuh sama legal policy tiba-tiba berubah," pungkasnya


Sumber: tvOne
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita