OLEH: SUTRISNO PANGARIBUAN*
PASCA bubarnya Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), peta politik makin dinamis.
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang semula berharap menjadi pasangan Anies Rasyid Baswedan (ARB), Minggu (17/9/2023) bersama sang bapak, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mendatangi kediaman Prabowo di Hambalang.
Mereka disambut sejumlah pimpinan partai politik (parpol) yang telah bergabung dalam koalisi gemuk (Gerindra, PAN, Golkar, Gelora, PBB, PSI, Garuda, dan Prima). Pertemuan tersebut makin menarik karena sejumlah purnawirawan, pimpinan ABRI (TNI) di masa orde baru, pimpinan Pepabri saat ini juga hadir.
Koalisi Parpol Pragmatis
Meskipun pemilihan presiden (Pilpres) secara langsung (sejak 2004) telah berlangsung empat kali, namun hingga jelang Pilpres 2024, sama sekali tidak ada kemajuan dalam penentuan koalisi (kerja sama) parpol. Publik tidak pernah diberi informasi terkait ide, gagasan, program politik, dan alasan membentuk koalisi.
Bahkan dalam piagam koalisi yang dibuat pun tidak tercantum materi terkait kebutuhan dan kepentingan rakyat.
Demikian pula dengan bakal calon presiden (bacapres) yang akan diusung pun diusulkan hanya berdasarkan hasil survei. Bukan karena rekam jejak yang menakjubkan atau karena prestasi selama menjadi pemimpin.
Publik disuguhi dagelan politik dari para sutradara dan aktor yang hanya sibuk demi kepentingan politik jangka pendek. Saat membentuk koalisi, mereka asyik saling memuji, hingga tanda tangani piagam koalisi.
Sewaktu koalisi bubar mereka saling memaki hingga ancam lapor polisi. Kelakuan elite politik persis sama dengan pernyataan Gus Dur saat menyebut DPR (Parpol) sebagai anak taman kanak-kanak (TK), bahkan turun menjadi kelompok bermain anak (playgroup).
Kebutuhan dan kepentingan rakyat tidak masuk dalam alasan pembentukan maupun bubarnya koalisi. Orientasinya hanya untuk kepentingan kekuasaan elite parpol dan bagi-bagi kursi semata. Sehingga tidak ada koalisi yang ideologis, strategis, kokoh jangka panjang.
Hari ini selalu bersama, besok sudah berpisah, kemarin terlihat serasi, hari ini langsung cerai. Kualitas demokrasi kita sangat rendah, karena politisi tidak akrab dengan literasi dalam politik. Sehingga dinamika politik kita sepi dan kering dari hal-hal strategis dan menarik.
SBY Turun Gunung
Meski partai Demokrat belum resmi mendeklarasikan dukungan kepada Prabowo sebagai bacapres, namun SBY telah memberi isyarat awal Demokrat akan bergabung.
Dukungan disampaikan SBY di tempat yang tidak jauh dari lokasi praktik korupsi anak buahnya dalam kasus pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional.
SBY mengatakan: "for you, Saya akan turun gunung".
Prabowo pun sigap merespons SBY, dan langsung berdiri, dengan sikap siap memberi hormat kepada SBY. Para peserta yang terdiri dari para elite politik nasional bertepuk tangan atas aksi "turun gunung SBY", menuntun AHY, putranya, lepas dari kegalauan pasca ditinggal bacapres ARB.
SBY tidak membiarkan putranya AHY larut dalam kekecewaan, kegalauan panjang. SBY menuntun AHY "move on" dari sosok musang berbulu domba, ke sosok macan Asia, Prabowo.
Aksi turun gunung SBY pun tidak sendirian, pilihan langkah politiknya diikuti para purnawirawan sepuh yang tidak pernah jauh dari kekuasaan. Reuni para jenderal yang turut menikmati kejayaan orde baru (orba) pun kembali berlangsung di Hambalang.
Pertemuan Hambalang menjadi ajang silaturahmi dan konsolidasi para jenderal didikan Soeharto. Reuni antara SBY, Wiranto, Hendropriyono, Agum Gumelar pun membuat Prabowo semringah.
Prabowo dengan terbuka menyambut para koleganya dengan sikap hormat. Meski para jenderal tersebut pernah terlibat dalam pemberhentian Prabowo dari TNI. Wiranto sebagai Panglima ABRI (TNI) membentuk dewan kehormatan perwira (DKP), dengan salah seorang anggotanya SBY. DKP menemukan delapan pelanggaran Prabowo yang membuatnya diberhentikan dari prajurit TNI.
Pasangan Belum Pasti
ARB dengan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) telah sepakat membentuk koalisi dengan nama pasangan AMIN. Namun hingga didaftarkan secara resmi ke KPU RI belum dapat dipastikan apakah AMIN ikut bertarung.
Pragmatisme politik masih terus menjadi ancaman, sepanjang belum diikat dalam pendaftaran. Tarik-menarik kepentingan politik masih sangat mungkin terjadi perubahan mitra koalisi.
Hanya PDIP satu-satunya partai politik (parpol) yang dapat mengajukan pasangan calon (paslon). Sedangkan partai lain saling tergantung dan saling tersandera kepentingan politik jangka pendek.
Sementara Prabowo yang didukung oleh koalisi gemuk belum berani menetapkan bacawapres. Prabowo masih sibuk menggalang dukungan dari berbagai pihak demi menambah kekuatan. Sedangkan Ganjar Pranowo (Ganjar) juga belum berani memutuskan bacawapres meski PDIP dapat mengajukan paslon tanpa berkoalisi.
Para elite politik nasional masih saling menunggu, sebab tidak ada bacapres yang dominan, dan unggul dalam survei. Kondisi tersebut terus berlangsung hingga batas akhir pendaftaran paslon.
Mewujudkan Kedaulatan Politik Rakyat
Dalam kondisi politik yang tersandera kepentingan pragmatis, maka rakyat sebagai aktor utama demokrasi harus keluar dari cengkeraman elite politik. Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia menilai, rakyat harus memiliki keberanian untuk tidak memilih parpol dan calon (presiden, legislatif, senator) tanpa ide, gagasan, program politik yang jelas, terbuka.
Kedua, bahwa rakyat harus berani menolak parpol dan calon (presiden, legislatif, senator) yang memberi hadiah atau janji baik uang, sembako, asuransi maupun fasilitasi pasar murah.
Ketiga, bahwa rakyat harus menolak parpol dan calon (presiden, legislatif, senator) yang menyampaikan program politik yang tidak masuk akal berupa BPJS gratis, BBM gratis, makan gratis, bantuan ibu hamil.
Keempat, bahwa rakyat harus menolak setiap upaya politisasi suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA), serta eksploitasi ikatan-ikatan primordial dalam Pemilu yang dilakukan oleh parpol dan calon (presiden, legislatif, senator).
Kelima, bahwa kedaulatan politik ada di tangan rakyat, maka saatnya memilih parpol dan calon (presiden, legislatif, senator) yang menjadikan rakyat sebagai alasan dan tujuan dalam bernegara. Maka parpol dan calon yang memiliki program politik pro rakyatlah yang harus dipilih.
Kornas mengirim pesan dari rakyat, bahwa satu-satunya cara menang Pemilu 2024 adalah dengan berhenti memunggungi rakyat.
*(Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)