Soal Rempang, Gatot Nurmantyo Ingatkan Perihal Amuk Melayu: Jangan Sampai Itu Terjadi

Soal Rempang, Gatot Nurmantyo Ingatkan Perihal Amuk Melayu: Jangan Sampai Itu Terjadi

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Amuk berasal dari bahasa Melayu, merupakan perilaku marah tak terkendali. Melansir dari wikipedia, jika sudah datang "amuk" marah tak terkendali "amuk, orang tersebut dapat membunuh sampai mati atau terbunuh atau melakukan bunuh diri. 

Kata ini sudah digunakan di India selama saat kolonial Inggris, awalnya untuk menggambarkan seekor gajah gila yang terpisah dari kawanannya dan berlari liar dan menyebabkan kehancuran. 

Kata ini dipopulerkan oleh kisah-kisah dalam karya Rudyard Kipling, Rektor dari Universitas St Andrews di Skotlandia. 

Sindrom "Amuk" tercantum dalam Diagnostic and statistical manual of mental disorders: DSM-IV-TR. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, amuk adalah kata nomina yang diartikan kerusuhan yg melibatkan banyak orang, seperti perang saudara.

Belakangan ini, konsekwensi dari rencana penggusuran terhadap kampung masyarakat melayu di Pulau Rempang yang akan dijadikan eco city, muncul kemarahan masyarakat suku meyalu. Bukan saja yang ada di Rempang atau Kepulauan Riau, tapi juga direspon oleh seluruh orang melayu di sumatera dan provinsi lainnya di Indonesia.

Istilah amuk melayu ini, sempat diperingatkan oleh mantan Panglima TNI Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo. Karena amuk Melayu bisa menjadi bencana besar bagi bangsa, jika mereka terus diusik.

Cuplikan video pernyataan Gatot Nurmantyo dalam sebuah forum diskusi publik yang bertajuk ‘Hukum untuk Investor atau Hukum untuk Menindas Rakyat” ini ramai di media sosial, baik youtube, tiktok dan lainnya.

Gatot menjelaskan, tentang kasus Sangihe, Wadas, hingga yang sedang panas saat ini adalah kasus Rempang.

Melansir kilat.com yang lansiran dari kanal YouTube Hersubeno Point, Gatot Nurmantyo mengatakan bahwa sesungguhnya suku-suku di Indonesia semuanya mempunyai tarian perang.

“Sesungguhnya saya hanya mengingatkan saja, bahwa sesungguhnya suku-suku di Indonesia ini semuanya memiliki tarian perang. Dan pada saatnya mereka bersiap perang sampai mati, itu jangan sampai terjadi,” kata Gatot. 

Gatot Nurmantyo, dalam penyampaikannya mengutip kata-kata seorang pejuang wanita di masa Kerajaan Aceh, Laksamana Malahayati, saat membendung kedatangan para kolonialisme.

“Karena kunyatakan perang pada bangsa mana pun yang membawa sengsara negeri ini. Dan bila laut yang medatangkan para perampas itu ke Nangroe, maka laut itulah yang akan kujadikan kuburan mereka,” katanya. 

Ucapan Laksamana Malahayati itu benar-benar dibuktikan dengan menghabisi Kapten Cornelis de Houtman dan Frederick de Houtman pemimpin ekspedisi pelayaran Belanda.

“Laksamana Keumalahayati, ini contoh seorang perempuan, janda, pemimpin pasukan para janda Inong Bale. Ini seorang Melayu Aceh wanita bisa melawan seperti ini, apalagi laki-lakinya,” ujar Gatot.

Mantan Panglima TNI Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo juga mengingatkan tentang Pasal Hak Undang-undang Adat tentang kerajaan-kerajaan di Nusantara. 

Pada saat Proklamator Soekarno membacakan teks Proklamasi pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia, sejatinya negara Indonesia saat itu belum ada.

Pasal tersebut saat ini seringkali diingkari, dengan dalih proyek strategis nasional (PSN) dan hal itu diwujudkan dalam Undang-undang Cipta Kerja.

Menurut Gatot Nurmantyo, andai proyek strategis nasional dijelaskan kepada masyarakat bahwa itu bertujuan demi kesejahteraan rakyat, maka rakyat tentu akan mendukung.

Sayangnya, penjelasan PSN hanya dijelaskan sebagai proyek hilirisasi Industri saja tanpa menyinggung lapangan kerja buat rakyat atau pun lapangan kerja buat mereka.*

Sumber: disway
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita