Oleh: Sutrisno Pangaribuan*
PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) pernah menyampaikan bahwa ide penundaan Pemilu dan penambahan periode jabatan presiden (tiga periode), menjerumuskan. Meski demikian, tetap saja ada kelompok politisi busuk, mengatasnamakan rakyat teruskan aksi "cari muka".
Aktornya adalah sekelompok "elite aktivis politik amatir" yang saat itu baru diganjar jabatan komisaris di sejumlah BUMN dan anak perusahaan BUMN.
Setelah gerakan itu padam, maka upaya cari muka terus berlanjut dan bergeser ke anak dan menantu Jokowi. Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi, Walikota Solo didorong untuk maju sebagai calon Gubernur Jawa Tengah, maupun DKI Jakarta.
Sementara Bobby Afif Nasution, menantu Jokowi pun ditawari maju sebagai calon Gubernur Sumatera Utara atau DKI Jakarta. Bahkan Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi pun kebagian, didukung sebagai calon Walikota Depok.
Kualitas Demokrasi Buruk
Ide perpanjangan masa jabatan dan penambahan periode jabatan presiden sebagai salah satu bukti buruknya kualitas demokrasi Indonesia. Demikian juga aksi cari muka dengan mendorong putra dan menantu Jokowi, bertarung di pemilihan kepala daerah (Pilkada) Gubernur.
Meski keduanya baru menjadi Walikota pasca Pilkada Serentak tahun 2020, keduanya dipaksa mengingkari Jokowi yang telah menjadi role model kepemimpinan nasional. Jokowi melalui proses menjadi Walikota Solo dua periode, lalu menjadi Gubernur kurang dari satu periode, kemudian menjadi Presiden dua periode.
Terbaru, sejumlah baliho besar dengan gambar wajah Prabowo dan Gibran muncul di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Baliho terpajang di perempatan Jalan Bandara-Lamber Kape, salah satu lokasi strategis di sana.
"Masyarakat NTT mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden dan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden," demikian tertulis pada baliho tersebut.
Gibran dipuja setinggi langit, dari Calon Gubernur menjadi Calon Wakil Presiden. Upaya menarik perhatian dilakukan demi meraih dukungan politik dari Jokowi.
Prabowo Sukses Mendompleng Jokowi
Prabowo yang diklaim pendukungnya sebagai macan Asia, kini berubah meniru Jokowi. Gaya bicara yang dulu meledak-ledak, kini berubah lembut. Ekspresi wajah temperamental menjadi bersahabat. Termasuk saat Budiman Sudjatmiko hijrah mendukung Prabowo, narasinya berubah, lebih baik merangkul daripada memukul.
Perubahan gaya tersebut berbuah manis yang ditunjukkan oleh pergeseran dukungan politik sebagian relawan Jokowi kepada Prabowo. Berdasarkan hasil lembaga survei, Prabowo kini mendapat dukungan dari pendukung Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019.
Memanjang gambar wajah Prabowo dengan Jokowi pada baliho di berbagai daerah sengaja dilakukan demi meraih simpati publik. Tingkat kepuasan publik yang tinggi, atas kinerja Jokowi hingga mencapai delapan puluh persen menjadi salah satu alasan pemajangan gambar wajah keduanya.
Narasinya pun jelas: "Bersama Membangun Indonesia". Semua upaya Prabowo mendompleng Jokowi diyakini sebagai satu-satunya cara untuk merebut hati rakyat, demi ambisinya menjadi presiden.
Menjerumuskan (Keluarga) Jokowi
Kongres Rakyat Nasional sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia memberi catatan kritis. Pertama, bahwa manuver mendukung Jokowi tiga periode dan menunda Pemilu dilakukan oleh para aktor politik amatir, sengaja untuk menjerumuskan Jokowi.
Kedua, bahwa manuver mendorong dan mendukung putra dan menantu Jokowi untuk maju sebagai calon gubernur sengaja untuk menjerumuskan putra dan menantu Jokowi.
Ketiga, bahwa manuver mendorong dan mendukung putra bungsu Jokowi maju di Pilkada Kota Depok sengaja untuk menjerumuskan putra bungsu Jokowi.
Keempat, bahwa manuver mendorong dan mendukung putra Jokowi sebagai cawapres di Pilpres 2024 sengaja untuk menjerumuskan putra Jokowi.
Kelima, bahwa manuver mempercepat penyelenggaraan Pilkada serentak 2024 dari semula 27 November 2024 menjadi September 2024 sengaja untuk menjerumuskan Jokowi.
Kornas berharap agar Jokowi dan keluarganya tidak tergoda atas manuver dan godaan dari para aktivis politik amatir, murahan, yang hanya sanggup berebut remah-remah kekuasaan.
Seperti apa yang sering kali diucapkan Jokowi: "Saya hanya tunduk kepada konstitusi". Semoga Jokowi dan keluarganya tidak terjerumus.
*Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)