GELORA.CO - Wakil Ketua DPR Bidang Industri dan Pembangunan Rachmat Gobel ikut menanggapi penandatanganan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 2023. Beleid itu mengatur tentang pelaksanaan pemberian penjaminan pemerintah untuk percepatan penyelenggaraan prasarana dan sarana Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Rachmat Gobel menilai aturan itu membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berlaku tak adil terhadap kemajuan kesejahteraan umum, apalagi ini ada unsur investasi asing. Menurut dia, APBN menjadi terikat secara permanen dan selamanya terhadap sebuah kegiatan badan usaha.
“Tentu APBN menjadi tak adil. APBN itu untuk kemaslahatan umum. Ini menjadikan Presiden Joko Widodo yang sudah memiliki sangat banyak legacy luar biasa dalam memimpin Indonesia menjadi bisa tercederai dan menimbulkan persepsi negatif,” ujarnya lewat keterangan tertulis dikutip Jumat, 22 September 2023.
Gobel lalu mengungkit bagaimana awal mula dari proyek sepur kilat itu digadang-gadang tidak akan membebani APBN. Pada 1 Oktober 2015, pemerintah mengumumkan bahwa Cina memenangkan proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung dan mengalahkan Jepang karena empat hal.
Pertama, tidak pakai dana APBN; kedua, skema kerja sama business to business (B2B); ketiga, tidak meminta penjaminan dari pemerintah; dan keempat, biaya lebih murah, yaitu US$ 5,595 miliar dibandingkan usulan Jepang US$ 6,223 miliar. Kemudian, pada 16 Oktober 2015 dibentuk perusahaan PT Kereta Cepat Indonesia China (PT KCIC) yang merupakan konsorsium BUMN dari Indonesia dan Cina.
Sebelumnya, pada 6 Oktober 2015, pemerintah menerbitkan Perpres Nomor 107 Tahun 2015 sebagai landasan hukum proyek kereta cepat ini. Konsorsium Indonesia dipimpin PT Wijaya Karya (Perseo). Lalu, pada 21 Januari 2016, Presiden Jokowi melakukan groundbreaking di Walini. Namun acara ini tak dihadiri Menteri Perhubungan saat itu, Ignasius Jonan.
Berlanjut pada 2018, biaya proyek ternyata membengkak menjadi US$ 6,071 miliar. Target proyek selesai pada 2018 tak tercapai. Pada 6 Oktober 2021 terbit Perpres Nomor 93 Tahun 2021 yang mengamandemen Perpres Nomor 107 Tahun 2015. Pimpinan konsorsium BUMN Indonesia beralih dari PT Wijaya Karya ke PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI.
Rute kereta pun beralih menjadi ke Padalarang. Aturan ini juga menyatakan bisa menggunakan dana APBN dan ada penjaminan dari pemerintah.
Artinya, empat faktor yang memenangkan Cina membangun kereta cepat sudah dilanggar. Biaya pun membengkak lagi menjadi US$ 7,97 miliar. Saat ini, kereta cepat sedang dalam tahap uji coba dan akan ditargetkan beroperasi secara komersil dalam waktu dekat.
Kini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meneken Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 2023 yangi ditetapkan pada 31 Agustus 2023 dan mulai berlaku efektif pada 11 September 2023. Peraturan ini berisi 28 pasal dalam sembilan bab, yang mengatur penjaminan dan mekanisme penjaminan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Dalam Permenkeu itu disebutkan bahwa yang menjadi penjamin adalah pemerintah bersama Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur (BUPI) atau pemerintah seperti disebutkan pada Pasal 6 Ayat 13. BUPI ini adalah BUMN PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia.
Penjaminan ini, seperti disebutkan pada Pasal 2, dilakukan dalam rangka memperoleh pendanaan karena kenaikan dan atau perubahan pembiayaan (cost overrun).
Pasal 10 Ayat 7 menyatakan, “Penjaminan pemerintah melalui dokumen penjaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara penuh (full guarantee), tanpa syarat (unconditional), dan tidak dapat dicabut kembali (irrevocable) serta mengikat penjamin sesuai dengan ketentuan dalam dokumen penjaminan.”
Adapun untuk menjaga kecukupan modal BUPI maka pemerintah dapat memberikan penyertaan modal negara kepada BUPI melalui dana APBN. Ketentuan itu tertuang pada Pasal 11 Ayat 1 dan 2. Gobel menilai ketika pemerintah melahirkan Perpres Nomor 93 Tahun 2021 masih bisa dimengerti karena untuk mewujudkan dan menyelesaikan proyek kereta cepat yang sedang dalam tahap pembangunan.
“Walaupun itu menunjukkan ada sesuatu yang tak beres dalam perencanaan. Akibatnya, pemerintah melakukan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk PT KAI sebesar Rp 7,5 triliun, yaitu pada 2021 Rp 4,3 triliun dan pada 2022 Rp 3,2 triliun. Dana PMN ke PT KAI ini sepenuhnya untuk kereta cepat,” katanya.
Politikus Partai Nasdem itu menambahkan, kini pembangunan proyek kereta cepat sudah selesai sehingga segala biaya mestinya sepenuhnya berada dalam tanggung jawab badan usaha. Namun, terbitnya aturan baru ini membuat beban APBN menjadi lebih berat untuk menyelesaikan masalah dasar yang dihadapi masyarakat dan bangsa Indonesia.
Apalagi APBN masih terbatas, sedangkan tugas dan tanggung jawabnya berlimpah. Dia mempertanyakan dana APBN yang digunakan untuk menjamin kereta cepat, padahal sejak awal dijanjikan tak melibatkan anggaran negara. “Serta tak begitu berkaitan dengan kebutuhan khalayak banyak, karena kereta cepat kan hanya untuk orang yang punya cukup uang saja,” kata Gobel.
Rachmat Gobel juga menegaskan kritiknya bukan tidak setuju terhadap kereta cepat. Bahkan sejak awal, ia mengaku sangat mendukung proyek tersebut, namun dengan catatan bila masih dalam batas kewajaran dan kepatutan dalam konteks kemaslahatan publik yang luas. “Jadi tak perlu berlebihan. Mestinya biarkan itu bersifat B2B saja."
Sumber: tempo