OLEH: JOHAN O SILALAHI
ADA logika yang absurd bagi saya, bahwa Ibu Megawati mau menjadikan Ridwan Kamil jadi Cawapres untuk Ganjar Pranowo.
Ada berbagai alasan yang tidak masuk akal, yang utama Ganjar dan Ridwan Kamil berasal dari ceruk yang sama, yakni segmen nasionalis. Sementara Ganjar sangat membutuhkan Cawapres segmen religius dan representasi basis dan didukung partai Islam.
Kemudian sosok Megawati Soekarnoputri, saya pahami adalah figur negarawan yang sangat taat azas, pemimpin yang sangat menjaga marwah etika dan moralitas politik, dan bukan tipe orang yang mau "serudak-seruduk" mengganggu koalisi partai lain.
Bagaimanapun, Ridwan Kamil baru saja menjadi kader Partai Golkar yang sekarang ini sudah terikat dalam koalisi pendukung Capres Prabowo Subianto.
Mengikuti pernyataannya secara live pada seluruh media yang over confidence, sesungguhnya Ridwan Kamil telah terjebak offside karena figur Megawati dan PDIP sangat tidak nyaman dengan figur dan karakter pemimpin seperti ini.
Walaupun dapat disinyalir bahwa pada sisi lain, Ridwan Kamil berupaya menggunakan wacana pembangunan patung Presiden Soekarno sebagai "jualan politiknya" agar bisa menarik simpati Megawati dan PDIP.
Sungguh naif dan kurang etis jika hanya karena Ridwan Kamil bisa membangun patung Founding Father Soekarno, maka kemudian Ia mendapatkan goodwill menjadi Cawapres Ganjar.
Jika sampai terjadi Ridwan Kamil dijadikan Cawapres untuk Ganjar, maka PDIP sama saja "merampok" koalisi kubu Prabowo. Karena dengan menarik Golkar sesama partai nasionalis melalui cara kurang etis, PDIP dan Ganjar akan kehilangan basis pemilih suara Islam serta rekan koalisi partai Islam PPP yang sudah menjadi seperti saudara (tua) bagi PDIP dari sejak era Orde Baru Soeharto.
Sangat wajar dan rasional kalau PPP memilih mundur dari koalisi bersama PDIP, karena masalah etika dan moral politik yang dilanggar, jika sampai semua hal yang tidak masuk akal ini betul terjadi.
Faktor lainnya, sama saja PDIP seolah-olah tega menjerumuskan PPP untuk tereliminasi dari lembaga legislatif DPR RI. Karena sesungguhnya bagi PPP, merekomendasikan dan mengusulkan pasangan Capres-Cawapres Ganjar-Sandiaga kepada Ibu Megawati dan PDIP, maka koalisi PDIP, PPP, Perindo, serta Hanura berpeluang memenangkan Pilpres 2024 dengan target 1 putaran.
Secara otomatis, Megawati dan PDIP sudah menolong dan memastikan bahwa PPP bisa aman mencapai target parliamentary threshold agar tetap bisa eksis di (parlemen) DPR RI untuk periode 2024-2029.
Fenomena paling membahayakan yang akan terjadi adalah, Ganjar akan kehilangan banyak suara basis pemilih Islam yang akan lari ke kubu Capres-Cawapres lawannya. Karena bagaimanapun Ganjar serta PDIP sangat membutuhkan dukungan koalisi nasionalis-religius yang sudah sangat ideal direpresentasikan dalam koalisi PDIP dan PPP.
Sangat wajar jika akhirnya PPP akan memilih mundur secara baik-baik dan terhormat dari koalisi bersama PDIP. Karena terwujudnya pasangan Capres-Cawapres Ganjar-Sandiaga bagi PPP, betul-betul mempertaruhkan "hidup dan mati" dalam sejarah politik di Indonesia.
Sejarah mencatat, belum pernah terjadi ada partai politik yang sudah kalah dan tersingkir dari DPR RI, kemudian dalam Pemilu legislatif berikutnya bisa lolos kembali lagi ke panggung politik DPR RI.
Hal lain yang juga sangat tidak masuk akal adalah pernyataan over confidence Ridwan Kamil kepada media tentang keyakinannya akan ada "breaking news" terkait pengumuman dirinya akan dijadikan Cawapres bagi Ganjar, karena faktor tingginya elektabilitasnya di Jawa Barat.
Karena berdasarkan hasil tracking survei berbagai lembaga, sesungguhnya elektabilitas Ganjar di Jawa Barat masih dalam batas wajar dan tidak terlalu jauh dibandingkan dengan Prabowo dan Anies, serta masih sangat mungkin dikejar hingga bisa menang di Jawa Barat.
Ganjar masih punya peluang sangat besar untuk menang di Jawa Barat karena sudah maksimalnya tingkat popularitas Prabowo dan Anies, serta berbagai masalah dan kendala yang bisa menurunkan elektabilitas mereka di Jawa Barat.
Kemudian, jika dibandingkan elektabilitas Cawapres Sandiaga dengan Ridwan Kamil di Jawa Barat, hasilnya masih masuk dalam status "head to head". Bahkan Sandiaga berpotensi mengalahkan elektabilitas Ridwan Kamil di Jawa Barat, karena kuatnya dukungan dan simpati dari pemilih generasi milenial dan generasi z serta perempuan dan kaum emak-emak, karena Sandiaga merupakan idola bagi mereka.
Aspek lain yang sangat tidak masuk akal sehat, karena sesungguhnya segmen pemilih Ganjar dengan Ridwan Kamil berasal dari ceruk yang sama, yakni kalangan nasionalis. Sehingga logika matematika politik yang dikemukakan Ridwan Kamil sebagai alasan bahwa Ia sangat dibutuhkan Ganjar merupakan logika yang absurd.
Kombinasi Ganjar-Ridwan Kamil tidak memberikan penambahan elektabilitas secara signifikan, karena basis pemilih keduanya saling tumpang tindih.
Berbeda halnya dengan basis pemilih Ganjar-Sandiaga yang saling menguatkan dan meningkatkan keterpilihan keduanya dalam Pilpres 2024 yang akan datang.
Sejarah akan mencatat, apakah pernyataan provokatif Ridwan Kamil ini merupakan "prank politik" atau karena Ia terlalu "naif dan baperan" dalam berpolitik.
(Penulis adalah Pendiri Perhimpunan Negarawan Indonesia (PNI)