GELORA.CO - Analis politik dan militer Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting menilai TNI terkesan takut klaim China dengan memindahkan tempat latihan kemanusiaan bagi militer ASEAN dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara ke Laut Natuna Selatan.
“Mengapa harus dipindahkan dan takut dengan klaim sejarah tradisional China? Indonesia negara berdaulat dan punya batas negara berdasarkan hukum internasional. TNI salah satu tugasnya menjaga kedaulatan negara, bukan mengikuti klaim tradisional negara asing," kata Selamat Ginting dalam keterangannya, Kamis (21/9).
Menurut Selamat Ginting, dengan memindahkan tempat latihan sama saja secara implisit Indonesia mengakui batas yang diklaim China. Apalagi ini bukan latihan perang, namun latihan kemanusiaan bagi militer negara-negara ASEAN.
“Apakah pemerintah Indonesia ragu dengan kedaulatan kita sendiri? Padahal dunia internasional dan hukum internasional mengakui ZEE itu wilayah Indonesia,” ujar dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas.
Dikemukakan, ZEE merupakan bagian dari wilayah yurisdiksi Indonesia, karena itu Indonesia memiliki hak berdaulat atas wilayah tersebut. Ketentuan mengenai hak berdaulat dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.
Selain itu, lanjut Ginting, Pasal 56 United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) yang telah diratifikasi oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention On The Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB tentang Hukum Laut) menyebutkan yurisdiksi di wilayah ZEE. Jelas ZEE itu wilayah Indonesia, bukan wilayah China.
Ginting menjelaskan, China mengklaim perairan Natuna yang menjadi teritorial Indonesia atas dasar nine dash line (sembilan garis putus-putus). Garis yang dibuat sepihak oleh Tiongkok tanpa melalui konvensi hukum laut di bawah PBB atau UNCLOS.
“China itu memang selalu mencari gara-gara di dunia internasional. Padahal China juga anggota UNCLOS. China tidak mengakui ZEE di laut China Selatan. Indonesia tegas tidak mengakui konsep sembilan garis putus-putus yang dinyatakan China. Jadi mengapa sekarang pemerintah Indonesia terkesan takut? Mengapa Mabes TNI pindahkan tempat Latihan?” tanya Ginting.
Ginting mempertanyakan prinsip TNI yang menyatakan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) harga mati. Dalam kasus pemindahan tempat latihan kemanusiaan, justru terkesan TNI takut dalam menjaga kedaulatan NKRI.
“Negara lain nantinya tidak takut lagi terhadap TNI. Marwah kedaulatan Indonesia berada di tangan Panglima TNI. Jika Panglima TNI penakut, sebaiknya mundur saja!” tegas Ginting.
Seperti diketahui berdasarkan pemberitaan The Straitstimes, pemindahan latihan kemanusiaan non-perang negara-negara ASEAN disebut berkaitan dengan klaim China. Bagi China, perairan itu bagian dari Laut China Selatan. Militer China sesekali masih mengirimkan patroli ke sana untuk menegaskan klaim bersejarahnya atas wilayah tersebut.
"Setelah pembicaraan antara para pemimpin militer ASEAN pada Juni 2023, latihan tersebut dipindahkan ke Laut Natuna Selatan, untuk menghindari perairan yang disengketakan," dikutip dari Straitstimes, Rabu (20/9).
Di sejumlah media massa, Mabes TNI merespons pemberitaan yang menyebut lokasi latihan ASEAN Solidarity Exercise Natuna 2023 (ASEX-01 N) dipindahkan karena klaim China. Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda Julius Widjojono membenarkan soal lokasi latihan yang dipindah.
Sebelumnya, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono resmi membuka latihan ASEAN Solidarity Exercise Natuna 2023 (ASEX-01 N) di Dermaga Batu Ampar, Batam, Kepulauan Riau, Selasa, (19/9).
Yudo menyatakan kegiatan itu merupakan latihan non-tempur pertama yang melibatkan seluruh angkatan bersenjata dari negara-negara anggota ASEAN.
"TNI sebagai penggagas dari latihan ini ingin menekankan persatuan antar-negara anggota akan terus dan selalu terpelihara. ASEAN harus selalu merawat persatuan dan hubungan yang harmonis antar sesama di tengah keragaman," kata Yudo dalam keterangan tertulis.
Yudo menuturkan latihan mencakup pengamanan maritim, aksi pencarian, penyelamatan, kemanusiaan, layanan kesehatan, hingga deck landing qualification dan replenishment at sea yang melibatkan seluruh Angkatan Darat, Angkat Laut, dan Angkatan Udara negara ASEAN.
"Kegiatan ini akan memperkuat dan mempertajam kemampuan kita dalam memelihara perdamaian, kesejahteraan, dan keamanan di kawasan," kata Yudo.
Sepuluh negara ASEAN yang terlibat dalam ASEX-01 Natuna 2023 yaitu Indonesia sebagai penggagas dan tuan rumah, kemudian Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Kamboja, Thailand, Laos, Myanmar, Vietnam, dan Filipina, sementara Timor Leste bertindak sebagai observer (pengamat).
Sumber: rmol