GELORA.CO - Apa yang membuat perusahaan asing China Xinyi Glass Holdings Ltd mau berinvestasi hingga ratusan triliun di proyek Rempang Eco City, Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau? Hingga membuat pemerintah keukeuh hendak merelokasi belasan ribu warga adat setempat dari tanah nenek moyangnya di Pulau Rempang demi investasi ratusan triliun dari Xinyi.
Ternyata Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) memiliki potensi dan cadangan besar pasir silika atau lebih dikenal dengan pasir kuarsa, yang merupakan bahan baku kaca dan juga solar panel.
Tidak heran, jika pemerintah bekerjasama dengan Xinyi Glass Holdings Ltd untuk membangun pabrik kaca dan solar panel di Pulau Rempang, Kota Batam.
Ketua Umum Himpunan Penambang Kuarsa Indonesia (HIPKI), Ady Indra Pawennari menyatakan, pihaknya menyambut baik dengan adanya investasi dari Perusahaan China, untuk membangun pabrik kaca di Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepri. Apalagi saat ini, Provinsi Kepri merupakan salah satu produsen pasir kuarsa di Indonesia.
Pasir kuarsa itu terdapat di dua Kabupaten, yakni Lingga dan Natuna. Sedikitnya ada 350 juta ton cadangan pasir kuarsa, yang terdapat di Pesisir Kabupaten Lingga dan Natuna.
"Berdasarkan data yang kita peroleh, Natuna dan Lingga berpotensi memiliki cadangan sekitar 350 juta ton, bisa ditambang beberapa tahun yang akan datang. Karena itu, kita menyambut baik kehadiran investasi pabrik kaca," ujar Ady di Kota Tanjungpinang, Rabu (20/9/2023).
Secara geografis, kata Ady lokasi pabrik kaca yang direncanakan dibangun di Pulau Rempang (Rempang Eco City) sangat dekat dengan sumber pasir kuarsa, bahan baku produksi kaca dan solar panel.
Menurutnya, pasir kuarsa di Natuna dan Lingga memiliki spesifikasi yang dibutuhkan, untuk dijadikan bahan baku kaca.
Ady menerangkan, pasir kuarsa ini dapat ditemukan di semua daerah yang ada di Indonesia, namun hanya ada beberapa daerah saja yang memenuhi spesifikasi industri kaca dan solar panel. Seperti, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Lampung, Bangka Belitung, Sumatra Barat dan Kepulauan Riau sendiri.
"Pasir kuarsa di Natuna dan Lingga memenuhi syarat, untuk disuplai ke Pabrik kaca. Jadi sepanjang itu kebijakan strategis negara, akan kita dukung, yang mana targetnya memang untuk memberikan nilai tambah," ungkapnya.
Ady menyampaikan, hadirnya pabrik kaca di Pulau Rempang Batam tersebut bakal menyerap tenaga kerja lokal yang cukup banyak.
Selain itu, kata dia harga penjualan pasir kuarsa dari daerah akan dibanderol tinggi. Mengingat pasir kuarsa merupakan bahan baku untuk pembuatan kaca.
Pasir kuarsa sendiri, menurut Ady sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Namun, pasir tersebut baru ditambang dan diekspor pada tahun 2020 yang lalu.
Hingga saat ini, setidaknya ada 2 juta ton pasir kuarsa di Kepri yang diekspor ke China. Bahkan, daerah penghasil pasir kuarsa tersebut akan mendapatkan keuntungan yang besar, dengan hadirnya pabrik kaca di Rempang Eco City.
Dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah, menyatakan hasil tambang mineral non logam adalah kewenangan daerah. "Kebutuhan pasir kuarsa ini masuk dalam kategori mineral bukan logam. Jadi semua pajaknya masuk ke daerah.
Seharusnya ini kabar gembira untuk daerah, dengan pengelolaan pasir kuarsa yang biasanya hanya bisa digunakan untuk pasir bangunan, kini untuk produksi kaca dan bisa menjadi sumber PAD di daerah," kata Ady.
Ady menambahkan, saat ini belum banyak perusahan yang memiliki izin operasi produksi pasir kuarsa di Kepri. Sejak Tahun 2020, hanya ada tiga perusahaan yang sudah mulai beroperasi dan sudah memiliki izin.
"Selebihnya sedang eksplorasi. Diperkirakan sekitar 2 juta ton dari Kepri yang keluar (ekspor) ke China," pungkasnya.
Sumber: tvOne