GELORA.CO - Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyentil mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Arkaan Wahyu Re A yang mengajukan permohonan gugatan uji materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang mengatur batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Hakim Suhartoyo mempertanyakan mengapa bukan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang mengajukan permohonan tersebut. Sebab, Arkaan kerap menyinggung sosok Gibran dalam gugatan yang diajukan ke MK.
"Selalu membawa Gibran terus ini, kenapa enggak Gibran saja yang mengajukan permohonan di sin? Anda sebagai kuasa hukumnya," kata Suhartoyo dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (7/9).
Suhartoyo pun merasa bingung dengan gugatan Arkaan yang meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres diubah dari 40 tahun menjadi 21 tahun.
Padahal, Arkaan saat ini masih berusia 20 tahun dan baru berusia 21 tahun pada Desember 2023. Sementara pendaftaran capres-cawapres akan dibuka pada Oktober 2023.
"Minta 21 tahun, sementara prinsipal Anda belum 21 tahun usianya, masih Desember nanti. Kalau dikabulkan pun juga tidak ada gunanya untuk bisa mendaftar. Pendaftaran sudah bulan depan," ujar dia.
Dalam gugatannya, Arkaan menilai kualitas dan kompetensi kepemimpinan tidak berkorelasi dengan usia seseorang. Ia mengatakan kualitas kepemimpinan seseorang lebih terlihat dari pengalaman kepemimpinannya.
"Bisa jadi seseorang dengan usia 40 tahun atau lebih memiliki pengalaman yang minim dalam kepemimpinan dibandingkan dengan seseorang yang berusia lebih muda," kata Arkaan dalam gugatannya.
Arkaan pun menyinggung peran Gibran dalam memajukan wilayah yang dipimpinnya yaitu di Solo. Menurutnya, Gibran bisa jadi contoh pemimpin muda yang amanah.
"Contoh di Solo atau di Surakarta, Gibran Rakabuming sekarang viral karena kemajuan kota yang dipimpinnya. Memperlihatkan atau memberi contoh jika pemimpin yang berusia muda bisa dengan baik dan amanah dalam memimpin di pemerintahan," ucap dia.
Sumber: cnnindonesia