'Lebih Baik Mati Berdiri Daripada Hidup Berlutut' Warga Rempang yang Bersikeras Tolak Direlokasi dari Tanah Leluhurnya

'Lebih Baik Mati Berdiri Daripada Hidup Berlutut' Warga Rempang yang Bersikeras Tolak Direlokasi dari Tanah Leluhurnya

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  - Salah satu perwakilan warga bersikeras menolak relokasi atas konflik agraria yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (27/9/2023). 

Diketahui sebelumnya, konflik agraria di Pulau Rempang menjadi pemicu warga meradang, lahan seluas 7.572 hektar di Pulau ini menjadi target lahan proyek strategis nasional. 

Disebutkan akan dibangun pabrik kaca milik perusahaan China Xinyi Group dalam kawasan Rempang Eco-Park.  

 Kerjasama ini pun diperkirakan akan mampu menarik investasi hingga ratusan triliun rupiah. 

 Namun di balik rencana tersebut pemerintah dan investor harus berhadapan dengan warga yang tinggal di 16 kampung adat Melayu. Mereka menolak keras pembangunan proyek tersebut. 

Muhammad Rudi, Wali Kota Batam sekaligus Kepala BP Batam sedang melakukan sosialisasi kepada warga Pasir Panjang, Pulau Rempang, Batam, Kamis (21/9/2023) bertempat di Masjid Nurul Sabil. 

Sementara itu, salah satu perwakilan warga bernama Riska mengaku sempat ada perdebatan ketika sosialisasi dilakukan, karena ada warga yang setuju dan tidak setuju akan dilakukannya relokasi. Sementara itu, salah satu perwakilan warga bernama Riska mengaku sempat ada perdebatan ketika sosialisasi, karena ada warga yang setuju dan tidak setuju akan dilakukannya relokasi. 

"Kami kebanyakan dari pihak yang tidak setuju," ujar perwakilan warga yang dilansir dari youtube tvOnenews. "Ini tidak setujunya karena apa?" tanya tim Fakta tvOne. "Kami tidak mau direlokasi, ini tanah leluhur kami, gak mau walaupun di Rempang. 

Kalau udah hilang dari lokasi kami, ya udah berarti hilang gitu, udah nggak ada lagi leluhur kami di sini," jelasnya. Riska, salah satu perwakilan warga Pasir Panjang yang bersikeras menolak relokasi.  

Di dalam sosialisasi tersebut, Riska mengungkapkan hak suaranya untuk menolak direlokasi dari kampungnya di hadapan Wali Kota Batam.

 "Perkenalkan nama saya Riska, saya di sini sebagai perwakilan dari masyarakat Pasir Panjang yang tidak setuju dengan adanya relokasi pak," ungkapnya. 

"Kami keluarga besar adat Melayu tempatan  Kampung Tua Pasir Panjang, perempuan cate Batam Provinsi Kepulauan Riau, Republik Indonesia.'lebih baik mati berdiri daripada hidup berlutut, Allahu Akbar," tegasnya.

 Batas tenggat waktu Terbaru, Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, memastikan pihaknya akan terus memaksimalkan pendataan terhadap warga yang terdampak pengembangan Rempang Eco City. 

  Muhammad Rudi menyebut jika tim pendataan masih akan bekerja maksimal untuk menyampaikan sosialisasi terkait hak-hak masyarakat dalam pembangunan kawasan.   "Tenggat waktu 28 September 2023 mendatang bukan batas akhir. 

Kami berharap, proses pergeseran warga terselesaikan dengan baik dan lebih cepat," ungkap Rudi saat menghadiri silaturahmi bersama masyarakat Rempang di Asrama Haji Batam Center, Minggu (24/9/2023).

Sumber: tvOne
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita