GELORA.CO - Presiden Jokowi menyoroti ancaman krisis pangan yang kian mengemuka, di tengah semakin meningkatnya jumlah penduduk dunia. Serta ancaman perubahan iklim. Seperti kemarau, super El Nino, kenaikan suhu, juga kenaikan air laut.
Belum lagi, jika dikaitkan dengan faktor geopolitik yang kian memanas, rivalitas negara-negara besar, dan perang Rusia-Ukraina yang berkepanjangan.
“Dalam situasi ini, kita tidak perlu khawatir. Yang paling penting, solusinya seperti apa,” ujar Jokowi dalam acara Dies Natalis ke-60 IPB di Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/9/2023).
Jokowi pun menceritakan momen pertemuannya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Kiev pada tahun lalu.
Dalam diskusi berdurasi 2,5 jam, Zelensky mengungkap fakta, sebanyak 77 juta ton pasokan gandum yang biasa masuk ke Asia dan Afrika, terhenti karena Rusia memblok Pelabuhan Odessa.
Dari Ukraina, Jokowi melanjutkan lawatannya ke Rusia. Dalam pertemuan 3 jam, Putin menyampaikan, sebanyak 130 juta ton gandum tak bisa diekspor.
“Artinya, ada total 207 juta ton gandum berhenti. Terus kalau berhenti, yang biasanya diekspor, makan apa? Di Eropa, Asia, dan Afrika, harga gandum naik. Sehingga kita semua, rakyat dirugikan. Itulah konteks geopolitik yang berhubungan dengan krisis pangan,” kata Jokowi.
Situasi makin bertambah rumit, karena 19 negara sudah membatasi impor pangan. Negara-negara itu sibuk menyelamatkan rakyatnya masing-masing. India baru saja stop ekspor beras. Akibatnya, harga beras naik di semua negara.
“Kita mau memperbesar cadangan strategis negara kita, mau impor, barangnya sulit didapat. Tidak seperti yang lalu-lalu, sekarang nyarinya susah. Karena mereka ingin menyelamatkan rakyatnya sendiri-sendiri. Ini semua kenyataan yang harus kita hadapi, harus kita terima,” tutur Jokowi.
“Yang paling penting, kita antisipasi, apa yang harus kita kerjakan. Nah, ini tugasnya IPB, Pak Rektor. Urusan pangan ini sudah, kita serahkan ke IPB. Insya Allah rampung. Saya tunggu, apa antisipasi kita. Seperti apa rencana dan pelaksanaannya,” imbuhnya.
Di tengah tantangan ini, Jokowi menekankan pentingnya inovasi besar-besaran. Inovasi yang bisa menjadi terobosan, langkah besar ke depan, untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan.
Jokowi bilang, krisis dan kesulitan itu bisa jadi peluang dan kesempatan, yang bisa meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan kita.
'Belum bisa dibilang inovasi, jika kita ini belum rada-rada gila. Belum bisa dibilang inovasi, jika kita belum dibilang out of mind. Belum bisa dibilang inovasi, jika belum dibilang tidak mungkin. Karena inovasi itu, semestinya memang bukan hal yang biasa-biasa saja,” papar Jokowi.
“Umpama satu hektar padi biasa menghasilkan 5,9 ton, kalau naiknya cuma 6 ton, itu bukan inovasi. Tapi kalau tadi Pak Rektor bilang, naiknya bisa 10 atau 12 ton, itu baru inovasi,” imbuh Jokowi, disambut tepuk tangan hadirin.
Sebelum menyampaikan pidato, Jokowi mengaku sempat diperlihatkan ragam inovasi pertanian oleh Rektor IPB Prof. Dr. Arif Satria. Ada cabe merah yang besar-besar, ada beras yang khusus untuk lahan tandus, ada bibit padi - yang jika ditanam di sawah seluas satu hektar - bisa menghasilkan 12 ton beras, serta garam dan rumput laut yang dikemas secara modern dan terlihat digarap dengan sentuhan marketing yang sangat bagus.
Sumber: rmid