GELORA.CO - Polemik warga dengan pemerintah di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau belum juga menemukan titik terang hingga saat ini.
Bahkan imbas rencana pembangunan proyek strategis nasional pemerintah Rempang Eco City di Pulau Rempang ini berbuntut konflik berkepanjangan.
Beberapa waktu lalu terjadi bentrok antara pihak kepolisian dengan warga Rempang, hingga masyarakat menjadi korban penembakan gas air mata polisi.
Hingga saat ini warga Rempang masih bersikukuh menolak untuk direlokasi oleh pihak pemerintah dalam hal ini BP Batam.
Padahal BP Batam telah menjanjikan sejumlah keuntungan sebagai ganti rugi, mulai dari tanah, rumah hingga biaya hidup untuk warga yang bersedia direlokasi dari Pulau Rempang.
BP Batam mengklaim telah menyediakan lahan hingga ratusan hektare untuk masyarakat Rempang yang terdampak proyek Rempang Eco City.
Lahan seluas 471 hektare itu digunakan untuk permukiman baru yang khusus dibangun bagi masyarakat Rempang yang terdampak penggusuran.
Nantinya akan dibangun rumah tipe 45 senilai Rp120 juta di tanah seluas maksimal 500 m2 untuk masing-masing keluarga terdampak di Pulau Rempang.
Kepala BP Batam Muhammad Rudi menyebut, total sudah ada 3.000 kavling yang akan dibangun, berlokasi di Dapur 3, Galang, Kota Batam.
Lahan pengganti tersebut masih berada di satu garis pantai dengan lokasi warga sebelumnya di Rempang.
BP Batam menargetkan pembangunan permukiman tahap I dapat selesai dan siap dihuni masyarakatt Rempang pada akhir 2024.
"Pemerintah tak akan pernah menyengsarakan rakyatnya. Kami tak mungkin merelokasi warga begitu saja," Kata Rudi dari keterangan yang diterima, Minggu (10/9/2023).
Muhammad Rudi juga mengatakan pemerintah juga akan membangun dermaga untuk melabuhkan kapal, termasuk menyiapkan pemakaman untuk menghormati leluhur.
Kepala Biro Humas, Promosi dan Protokol BP Batam Ariastuty Sirait menyebutkan masyarakat tak perlu khawatir dan takut, karena pemerintah telah sampaikan komitmennya untuk berikan hak masyarakat sesuai aturan yang ada.
Selain janji yang telah disebutkan di atas, pemerintah juga berjanji akan menanggung biaya hidup masyarakat sampai rumah tetap mereka jadi.
Bahkan pemerintah juga memberikan kesempatan pada masyarakat untuk memilih lokasi rumah gantinya sendiri yang strategis sesuai kebutuhan.
"Warga yang mendaftar di awal, diberikan hak istimewa untuk bebas memilih posisi rumah yang dianggap strategis untuk usaha, berkebun, berlayar, ataupun tempat tinggal," katanya.
Menurutnya, untuk saat ini masih banyak warga yang belum percaya karena rumah ganti belum tampak jadi.
"BP Batam adalah perpanjangan tangan pusat, kami akan komit. Saat ini prosedur pembangunan rumah untuk ganti rugi, menanti Peraturan Presiden yang sedang dirapatkan di Ibu Kota," kata Tuty.
Pembangunan rumah dengan biaya tak sedikit itu harus melalui prosedur dan payung hukum yakni Peraturan Presiden yang sedang diproses oleh Pusat.
"Nah kalau ada alat berat lewat, masyarakat jangan takut. Kami perlu melakukan cut and fill untuk memulai pematangan rumah tetap di area Dapur 3 Sijantung yang kondisinya berbukit," pungkasnya.
Sumber: tvone