GELORA.CO - Saat sidang ke -78 Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa yang dihadiri Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan merasa tidak nyaman.
Hal itu karena warna-warni yang dalam ruangan sidang PBB di New York, Amerika Serikat itu dianggapnya sebagai simbol LGBT.
Menurutnya Ruangan Sidang Majelis Umum PBB di New York pekan ini didekorasi dengan warna-warna cerah yang mempromosikan target-target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Dalam kesempatan itu Erdogan menyatakan ingin mendiskusikan masalah tersebut dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, kata media Turki.
Pemerintah Turki pimpinan Erdogan dan Partai AK yang berbasis Islam, sudah mengeraskan pendiriannya terhadap kebebasan LGBTQ.
"Salah satu isu yang paling mengganggu saya adalah ketika memasuki Majelis Umum PBB, Anda melihat warna-warna LGBT di tangga dan tempat lain," sebut Erdogan, seperti dilaporkan oleh stasiun televisi Haberturk dan lainnya.
"Berapa banyak LGBT di dunia saat ini? Tidak peduli berapa banyak hak-hak yang mereka miliki, mereka yang menentang LGBT juga memiliki hak yang sama," sebut Erdogan, yang sering menyebut komunitas LGBTQ sebagai "menyimpang".
Namun, sejumlah diplomat PBB beranggapan Erdogan salah menafsirkan 17 warna yang ditampilkan dalam ruangan sidang, yang sebenarnya mempromosikan warna-warna dalam target pencapaian kerja.
Meskipun Guterres selama ini mendukung secara vokal hak-hak LGBTQ dan menentang diskriminasi terhadap komunitas tersebut, tidak ada warna pelangi di markas PBB yang mempromosikan hak-hak LGBTQ.
Juru bicara Guterres enggan menanggapi pernyataan Erdogan itu. Adapun 17 target SDGs, yang diadopsi para pemimpin dunia pada 2015 dengan tenggat waktu tahun 2030, adalah daftar yang harus dilakukan negara-negara di dunia, yang mencakup mengatasi kelaparan, kemiskinan ekstrem, memerangi perubahan iklim dan ketidaksetaraan, dan mempromosikan kesetaraan gender.
Homoseksualitas tidak dianggap sebagai kejahatan di Turki, tetapi permusuhan terhadap hal itu tersebar luas, dan tindakan polisi terhadap kampanye LGBTQ menjadi lebih keras belakangan ini.***