Dugaan Korupsi Pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 Rugikan Negara Rp11,7 Miliar

Dugaan Korupsi Pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 Rugikan Negara Rp11,7 Miliar

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Kasus dugaan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32, Kabupaten Mimika, Papua, diduga merugikan keuangan negara hingga Rp11,7 miliar.

Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan, pihaknya kembali mengumumkan dan menahan empat tersangka baru dalam perkara yang sebelumnya menjerat Bupati Mimika periode 2014-2019 dan 2019-2024, Eltinus Omaleng (EO).

"Untuk kepentingan penyidikan, keempat tersangka ditahan, masing-masing 20 hari pertama, terhitung sampai 11 Oktober 2023, di Rutan KPK," kata Asep kepada wartawan, di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat malam (22/9).

Keempat tersangka adalah Budiyanto Wijaya (BW, swasta), Arif Yahya (AY, swasta), Gustaf Urbanus Patandianan (GUP, swasta), dan Totok Suharto (TS, PNS).

Asep pun membeberkan konstruksi perkara yang melibatkan keempat tersangka baru itu.

Pada 2013, Eltinus yang berprofesi sebagai kontraktor sekaligus Komisaris PT Nemang Kawi Jaya (NKJ) berkeinginan membangun tempat ibadah berupa Gereja Kingmi, di Kabupaten Mimika, dengan nilai Rp126 miliar.

Pada 2014, Eltinus terpilih sebagai Bupati Mimika. Setelah itu dia mengeluarkan kebijakan, di antaranya menganggarkan dana hibah pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 ke Yayasan Waartsing.

Kemudian, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Mimika sebagaimana perintah Eltinus memasukkan anggaran hibah dan pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 sebesar Rp65 miliar ke anggaran daerah Pemkab Mimika tahun 2014.

Eltinus yang masih menjadi Komisaris PT NKJ kemudian membangun dan menyiapkan alat produksi beton yang berada tepat di depan lokasi akan dibangunnya Gereja Kingmi Mile 32.

Berlanjut pada 2015, untuk mempercepat proses pembangunan, Eltinus menawarkan proyek itu ke Teguh Anggara (TA) selaku Direktur PT Waringin Megah (WM) dengan adanya kesepakatan pembagian fee 10 persen dari nilai proyek, di mana Eltinus mendapat 7 persen dan Teguh 3 persen.

Agar proses lelang dapat dikondisikan, Marthen Sawy (MS) diangkat sebagai Kabag Kesra Setda Kabupaten Mimika sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), padahal ia tidak mempunyai kompetensi di bidang konstruksi bangunan.

"Mengenai peran dari AY dan BW sebagai orang kepercayaan EO, yaitu mencari beberapa kontraktor yang tidak memiliki kualifikasi untuk mengerjakan proyek pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 dan juga menerima sejumlah uang atas jasanya tersebut," terang Asep.

Sementara untuk peran tersangka Gustaf, sebagai konsultan perencana dan konsultan pengawas, yaitu dengan tidak mengawasi pelaksanaan pekerjaan yang berakibat progres pekerjaan menjadi lambat sehingga volume pekerjaan serta mutu hasil pekerjaan tidak sesuai kontrak.

Sedangkan tersangka Totok sebagai ketua panitia pelelangan pekerjaan jasa konsultan perencanaan, berperan untuk mengkondisikan berbagai dokumen lelang, sehingga memenangkan perusahaan tertentu sebagaimana permintaan Eltinus.

"EO juga memerintahkan MS untuk memenangkan TA sebagai pemenang proyek walaupun kegiatan lelang belum diumumkan," tutur Asep.

Setelah proses lelang dikondisikan kata Asep, Marthen Sawy dan Teguh melaksanakan penandatangan kontrak pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 dengan nilai kontrak Rp46 miliar.

Kemudian, untuk pelaksanaan pekerjaan, Teguh kemudian mensubkontrakkan seluruh pekerjaan pembangunan gedung Kingmi Mile 32 ke beberapa perusahaan berbeda, salah satunya yaitu PT Kuala Persada Papua Nusantara (KPPN) tanpa adanya perjanjian kontrak dengan pihak Pemkab Mimika, namun hal ini diketahui Eltinus.

PT KPPN kemudian menggunakan dan menyewa peralatan PT NKJ, di mana Eltinus masih tetap menjabat sebagai Komisarisnya.

Dalam proyek ini, Teguh diduga mendapatkan keuntungan hingga Rp6,2 miliar, di mana Teguh juga diduga tidak melakukan pekerjaan apa pun sesuai dengan kontrak.

Dalam perjalanannya, progres pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 tidak sesuai dengan jangka waktu penyelesaian sebagaimana kontrak, termasuk adanya kurang volume pekerjaan, padahal pembayaran pekerjaan telah dilakukan.

"Keuntungan pribadi yang didapat BW, AY, GUP dan TS sejumlah sekitar Rp3,5 miliar. Akibat perbuatan para tersangka, timbul kerugian keuangan hingga Rp11,7 miliar," pungkas Asep.

Sumber: rmol
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita