GELORA.CO - Bawaslu RI meminta ketua dan seluruh komisioner KPU RI dipecat oleh DKPP. Bawaslu menilai seluruh terlapor melakukan pelanggaran serius yang menghambat kerja pengawas pemilu.
Permintaan tersebut disampaikan Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, ketika membacakan permohonan dalam ruang sidang DKPP, Jakarta, Senin (4/9/2023). Bawaslu memperkarakan KPU lantaran tidak diberi akses penuh Sistem Informasi Pencalonan (Silon).
"Para pengadu memohon kepada DKPP untuk memutuskan hal-hal sebagai berikut, memberikan sanksi pemberhentian sementara kepada teradu Hasyim Asyari sebagai ketua merangkap anggota KPU RI, Mochammad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Persadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, August Mellaz sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sejak putusan ini dibacakan," kata Bagja, membacakan permohonan.
Bawaslu merasa kerjanya dihambat bukan hanya dalam urusan mengakses Silon, namun menganggap KPU menggelar tahapan Pemilu 2024, di luar jadwal yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu, PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu, serta PKPU Nomor 10 Tahun 2022 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPR Provinsi, dan DPR Kabupaten/Kota.
Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty menjelaskan, lembaganya sudah menyurati KPU, selaku teradu, pada 30 April 2023 yang meminta KPU wajib membuka akses pembacaan data Silon seluas- luasnya kepada Bawaslu. Namun para teradu mengabaikan surat tersebut.
"Para pengadu masih menghadapi pembatasan pelaksanaan tugas pengawasan, dan para teradu tidak memberikan respons terhadap surat tersebut serta tidak ada iktikad baik, dari para teradu untuk memberikan akses data, dan dokumen persyaratan pada Silon secara menyeluruh," ujar Lolly.
Surat imbauan kedua dari Bawaslu juga diabaikan oleh KPU. Padahal Bawaslu butuh akses penuh untuk memastikan administrasi bacaleg, sementara KPU membatasi akses dengan durasi, sehingga pengawasan tidak bisa dilakukan secara optimal.
"Silon yang diberikan para teradu kepada para pengadu hanya dapat melihat halaman depan/beranda. Para Pengadu tidak dapat mengakses fitur data partai politik, data calon, dan penerimaan pada Silon yang digunakan dalam pendaftaran bakal calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota," ungkapnya.
Bawaslu harus menyurati KPU sebanyak empat kali hingga akhirnya direspons. Namun KPU tidak meladeni permintaan Bawaslu dengan dalih Silon memuat informasi rahasia.
"Dengan terbatasnya akses terhadap data dan dokumen dalam Silon, telah menyebabkan para pengadu dalam melakukan tugas pengawasan, tidak dapat memastikan kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan bakal calon, serta kegandaan pencalonan bakal calon dalam proses verifikasi administrasi yang dilakukan oleh para teradu, apakah sudah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Lolly.
Sumber: akurat