GELORA.CO - Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Ahok, menghadapi riuh rendah publik setelah berita tentang gajinya yang mencapai Rp 8,3 miliar per bulan.
Kabar tersebut mencuat dan menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Mayoritas memberikan respon negatif terhadap isu gaji Ahok sebagai Komisaris Utama Pertamina tembus 8,3 miliar per bulannya.
Ditanya mengenai hal tersebut, Ahok menjawab jika isu yang beredar merupakan impiannya suatu saat nanti.
"Semoga benar (Dapat gaji 8,3 miliar). Itu harapan dan doa saya agar Pertamina bisa untung di atas 10 miliar dolar," ujar mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Namun, meskipun dalam lubuk hatinya tersirat keinginan mendapat gaji dengan nilai fantastis, Ahok menegaskan bahwa kabar yang beredar itu tidak benar.
Pria yang pernah tersandung kasus Al Maidah ayat 51 itu pun mengklarifikasi bahwa ia sebenarnya hanya mendapatkan 45% dari gaji Direktur Utama Pertamina.
"Nggak benarlah. Saya dapat 45 persen dari penghasilan dirut. Kalau benar (Dapat gaji 8,3 miliar), dirut Pertamina digaji hampir Rp 20 miliar/bulan. Gendeng benar jika benar," tegasnya.
Ahok mengungkapkan bahwa gajinya sebenarnya sekitar Rp 170 juta per bulan.
Namun, ia juga mengakui mendapatkan bonus dari keuntungan perusahaan, yang merupakan 1% dari total keuntungan dan dibagi ke seluruh jajaran direksi, komisaris, dan bahkan hingga level VP.
"Gaji Rp 170 jutaan per bulan. Jika ada sunting ada bonus tantiem 1 persen dari keuntungan dibagi untuk seluruh direksi komisaris dan seluruh manajemen SVP VP manager dll," beber Ahok menegaskan.
Ahok menambahkan bahwa hal ini juga tercatat dengan jelas di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang menjadi bukti transparansi gajinya.
"Ya. Bisa lihat di LHKPN kami dan bonus yang ditulis itu dasarnya 1 persen dari keuntungan tetapi dibagi buat direksi sampai SVP VP Manager sampai komisaris. Dan komisaris dapatnya hanya 45 persen dari bonus dirut," kata Ahok.
Di sisi lain, Fadjar Djoko Santoso, selaku Vice President Corporate Communication Pertamina, menjelaskan bahwa besaran remunerasi bagi anggota dewan komisaris ditetapkan melalui rapat umum pemegang saham (RUPS) setiap tahun.
Hal ini dilakukan dengan memperhatikan pedoman yang tertuang dalam Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER–13/MBU/09/2021 tanggal 24 September 2021, yang mengatur tentang Pedoman Penetapan Penghasilan Direksi, Dewan Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN.
"Dalam pemberitaan disebutkan bahwa honorarium komisaris disebutkan mencapai miliaran rupiah per bulan, hal itu tidak benar," tegas Fadjar dengan tegas untuk mengklarifikasi kebingungan yang muncul di masyarakat.
Fadjar menambahkan bahwa penetapan gaji atau honorarium tersebut dipertimbangkan berdasarkan berbagai faktor, termasuk skala usaha, kompleksitas usaha, tingkat inflasi, kondisi dan kemampuan keuangan perusahaan, serta faktor-faktor lain yang relevan.
Semua ini dilakukan agar gaji dan honorarium yang diberikan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan sejalan dengan tingkat penghasilan yang berlaku umum dalam industri yang sejenis.
Dengan penjelasan tersebut, kabar mengenai gaji Ahok yang mencapai Rp 8,3 miliar per bulan terbukti tidak benar.
Ia tetap berpegang pada fakta bahwa gajinya hanya sekitar Rp 170 juta per bulan, dengan tambahan bonus tantiem yang dibagikan kepada seluruh jajaran perusahaan.***
Sumber: sewaktu